TRIBUNNEWS.COM - Peneliti Transparency International Indonesia, Wawan Suyatmiko menilai ada dua hal yang membuat masyarakat untuk menolak Dewan Pengawas KPK.
Hal ini ia sampaikan dalam program Sapa Indonesia Pagi yang dilansir dari kanal YouTube Kompas TV, Jumat (20/12/2019).
Pertama, kewenangan yang dimiliki Dewan Pengawas dirasa tidak sesuai dengan apa yang terjadi di negara lain.
Menurut penuturan Wawan, Dewan Pengawas KPK ini dibentuk satu diantaranya terinspirasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi Hong Kong yang bernama Independent Commission Against Corruption (ICAC).
Namun, Wawan menyebut kerja dari Dewas KPK dengan Dewas yang dimiliki oleh ICAC sangat berbeda.
Dewan Pengawas di ICAC tidak memiliki kewenangan besar dalam ranah pro-justitia.
Mereka hanya bertugas sebagai supervisi, mengawasi kegiatan kinerja para pemimpinnya.
"Soal Dewas, anggota DPR periode lalu selalu mengklaim bahwa ICAC Hongkong menjadi contoh Indonesia punya Dewan Pengawas," terang Wawan.
"Memang iya ICAC Hongkong punya Dewan Pengawas, tetapi kerjanya tidak pro-justitia, mereka benar-benar supervisi, hanya mengawasi," imbuhnya.
"Mereka tidak masuk pada pemberian izin untuk penyadapan maupun penyitaan," jelas Wawan.
Wawan pun memberikan contoh terkait tugas dari Dewan Pengawas ICAC.
"Contoh di indonesia ada 18 kasus macet nah kinerja dewas (ICAC) itu mempertanyakan macetnya di mana dan perlu upaya apa supaya itu berjalan lebih advance," ujar Wawan.
"Karena Dewas itu benar-benar mensupervisi kegiatan kinerja para pimpinannya, itu yang disampaikan oleh ketua ICAC Hongkog saat berdikusi di kantor kami," tambahnya.
Tentu ini berbeda dengan kewenangan yang dimiliki oleh Dewan Pengawas KPK.