"Menteri Agama seharusnya meluruskan yang bengkok. Bukan membenarkan yang salah dengan alasan kesepakatan bersama. Hak beribadah dan memeluk agama itu diatur dengan tegas di dalam Konstitusi. Sejak kapan kesepakatan bersama berada di atas UUD 1945. Apalagi ini masih belum jelas, siapa saja yang bersepakat, dan apakah kesepakatan itu berlangsung setara, atau di dalam tekanan?" ujar Sahat.
Sahat meminta Menteri Agama bisa menjalankan tugasnya seperti pernyataannya beberapa bulan lalu, yakni akan menjadi Menteri untuk semua agama, bukan hanya satu agama saja.
"Awal-awal saya melihat Menteri Agama ini tegas, mengatakan akan menjadi Menteri untuk semua agama. Tapi kok belakangan ini malah semakin berkurang tegasnya. Harusnya kan beliau tegur Kakanwil dan pemerintah daerah. Urusan Agama ini urusan pusat, bukan daerah. Jangan sampai kejadian ini jadi pembenaran untuk daerah-daerah lainnya," tegas Sahat.
Sahat juga menyayangkan pernyataan Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri, Kombes Asep Adi Saputra yang mengatakan sudah ada perjanjian dengan masyarakat setempat dan Pemkab tentang pelaksanakan ibadah Natal. Yaitu masyarakat dipersilakan melaksanakan ibadah Natal seperti biasa di tempat ibadah resmi dan juga di rumah secara pribadi.
"Apakah pihak kepolisian sudah mengetahui siapa saja yang bersepakat? Bagaimana bisa beribadah di rumah ibadah resmi, kalau untuk mengurus izin pembangunan saja ditolak. Kok kesannya Polisi justru membela kelompok yang lebih banyak, bukannya melindungi hak konstitusional setiap warga negara. Saran saya, Kapolri harus mengganti Kabagpenum Divhumas Mabes Polri dan pimpinan kepolisian setempat di Kabupaten Dharmasraya dan Sijunjung, Sumatera Barat. Jangan sampai karena ulah segelintir pihak, Polri dianggap melindungi tindakan diskriminatif," ujarnya.
Menurut Sahat, salah satu yang menjadi biang persoalan beribadah adalah tata cara pendirian rumah ibadat yang diatur dalam Peraturan Bersama Menteri Agama dan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun 2006 dan No. 8 Tahun 2006 tentang Pedoman Pelaksanaan Tugas Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah Dalam Pemeliharaan Kerukunan Umat Beragama, Pemberdayaan Forum Kerukunan Umat Beragama, dan Pendirian Rumah Ibadat.
"Peraturan Bersama Menteri (PBM) tidak dijalankan dengan benar. Seharusnya sesuai dengan isi PBM ini, bagi rumah ibadah yang tidak memenuhi persyaratan, pemerintah daerah wajib fasilitasi rumah ibadah. Bukannya justru meminta umat agama bersangkutan beribadah di Kabupaten lain," jelas Sahat.
Namun, Sahat juga mengajak segenap masyarakat Indonesia, terkhusus umat Kristen untuk tidak terprovokasi dengan persoalan di Sumatera Barat dan tetap melaksanakan ibadah Natal dengan khusyuk.
"Kami dari DPP GAMKI mengajak semua masyarakat Indonesia untuk tidak terprovokasi. Umat Kristen mari kita tetap melaksanakan ibadah Natal, kita doakan kedamaian, kemajuan, dan kesejahteraan Indonesia. Tetap kita junjung Pancasila, kita rawat keberagaman bersama saudara-saudari sebangsa dan setanah air dari pemeluk agama lainnya."
"Kepada saudara-saudari umat beragama lainnya, jangan takut dan kuatir. Walaupun di Sumatera Barat umat Kristen mengalami diskriminasi, namun larangan merayakan ibadah hari raya agama tidak akan dilakukan di daerah yang pemeluk agama Kristen berjumlah lebih banyak. Jika ada yang melakukan hal tersebut, silakan laporkan kepada kami, pasti Saudara-Saudari akan kami bela. Karena bangsa dan negara ini lahir dari komitmen kita bersama dan akan kami jaga sampai seterusnya," pungkas Sahat.