"OTT kan paling gampang ada orang ketangkap dan bukti-buktinya kita langsung dapat. Kalau bangun kasus seperti ini kan repot. Ini lah yang kita bilang mungkin teman-teman kita biasa kerja OTT itukan kerja manja, cukup nyadap-nyadap dapat bukti proses tapi kerja membangun kasus itu perkerjaan paling ini," ujarnya.
Menurutnya, pimpinan KPK sebelumnya cenderung menghandalkan operasi tangkap tangan (OTT) saja sehingga mengabaikan jika ada perkara yang harus mengunakan metode case building.
Karena itu, ia menyebut banyak perkara di KPK yang tidak tertangani dengan maksimal, khususnya penyelidikan dengan metode case building sehingga laporan itu diusut oleh penegak hukum yang lain.
"Nah karena tidak diapa-apain laporan ini dari BKPK sudah ada, dari BPK sudah ada, tidak disikap. Kemudian dibawa orang ke kepolisian, bawa orang ke Kejaksaan Agung, ketika teman-teman di Kejaksaan Agung mulai bekerja terus kita pimpinan KPK yang baru tiba-tiba mau datang lagi disesuatu yang pernah kita abaikan coba," kata Nawawi
"Sekali lagi ini bukan soal pimpinan KPK jilid V sekarang yang nggak punya taring, ini persoalan di internal, kenapa kasus-kasus dibangun seperti itu agak repot di KPK. Anda punya data nggak? Berapa banyak kasus yang ditangani KPK yang berangkat dari dari OTT yang dari case building ada nggak data? Sepertinya case bulding itu sangat sedikit karena membangun kasus dari bawah itu," lanjutnya.
Untuk itu, Nawawi mengatakan KPK di bawah kepemimpinannya saat ini akan semakin memperkuat metode case building tersebut.
Ia berharap tidak ada lagi laporan terkait dugaan korupsi yang masuk ke KPK yang tidak tertangani dengan maksimal.
"Nah sekarang pekerjaan kami adalah kalau ada yang seperti itu tidak boleh ada lagi ogah-ogahan, lakukan gitu. Jangan sekarang orang sudah tangani kita disuruh ambil alih. Saya ingin katakan perkara ini pernah dilaporkan ke KPK dan sebelumnya seperti abai dan ogah-ogahan menangani kemudian dilaporkan ke polisi dan Kejagung," ujarnya.
Masak pimpinan yang baru suruh ambil lagi sesuatu yang dibiarkan. Itu sudah dilaporkan April dan bahkan Mei itu ada data-data yang sudah dikirimkan BPK tetapi penanganannya tidak nampak dan tidak lanjut," imbuh Nawawi.
Diwartakan sebelumnya, Kejaksaan Agung (Kejagung) memastikan adanya praktik korupsi di perusahaan BUMN PT Jiwasraya.
Dalam penyidikan awal, kejaksaan sudah menaksir angka kerugian negara di kasus korupsi ini, yaitu sekitar Rp13,7 triliun.
Jaksa Agung ST Burhanuddin juga menilai PT Jiwasraya telah melanggar prinsip kehati-hatian dalam hal berinvestasi.
Menurut Burhanuddin, PT Jiwasraya malah menempatkan 95 persen dana di saham yang berkinerja buruk.