Laporan wartawan tribunnews.com, Lusius Genik
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Satuan Polisi Hutan Reaksi Cepat (SPORC) berhasil menuntaskan 441 kasus pembalakan liar dan menyelamatkan 34.934,82 M3 hutan di Indonesia.
Wakil Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Alue Dohong, mengatakan SPORC telah melakukan banyak upaya dalam mengamankan hutan di Papua, Kalimantan, Maluku, dan Sulawesi dari praktik penebangan liar.
“Menjaga keunggulan komparatif yang kita miliki akan meningkatkan daya saing Indonesia, ini merupakan tugas mulia kita semua”, kata Alue Dohong dalam peringatan hari ulang tahun SPORC di Gedung Manggala Wanabakti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Jakarta Selatan, Senin (6/1/2010).
Baca: KLHK Gelar Apel Siaga Koordinasi Strategi Pengendalian Karhutla Tahun 2020
Alue mengatakan, kawasan hutan di Indonesia memiliki keanekaragaman hayati tinggi yang tidak dimiliki negara lain.
Maka itu, ia meminta semua pihak terkait untuk turut ambil andil dalam menjaga dan memelihara hutan-hutan tersebut.
"Satuan Polhut juga berhasil menindak 460 operasi perambahan kawasan hutan dan menyelamatkan 18.777.295 Ha tanah, 279 operasi tumbuhan dan satwa liar dengan hasil yang bisa diamankan 226.600 ekor satwa dan 12.688 buah bagian tubuh satwa. Serta 731 kasus telah dinyatakan P-21 bersama dengan Kepolisian dan Kejaksaan," katanya.
Baca: KLHK dan PT KCI Resmikan Stasiun Ramah Lingkungan
Lebih lanjut Alue mengingatkan, SPORC harus tetap meningkatkan kerja kerasnya dalam rangka memenuhi harapan dan meningkatkan kepercayaan publik kepada KLHK.
“Publik berharap kepada kita untuk dapat menyelesaikan permasalahan kejahatan lingkungan hidup dan kehutanan yang terjadi saat ini. Harapan publik ini harus kita jawab dengan kerja-kerja yang lebih baik dan konsisten”, ujarnya.
Menurutnya pekerjaan menjaga dan mengamankan kawasan hutan Indonesia dari praktik pembalakan liar beresiko tinggi.
Untuk itu, Alue meminta agar seluruh anggota dan jajaran SPORC terus mengembangkan kapasitas dan kemampuannya dalam menghadapi berbagai bentuk kejahatan terhadap hutan.
Baca: Menteri LHK Siti Nurbaya Rapatkan Barisan Usai Terima DIPA
Alasannya karena para pelaku kejahatan hutan terus mengembangkan modus operandi, bahkan terkadang dengan melibatkan jaringan kejahatan berskala internasional.
"Para pelaku kejahatan ingin mendapatkan keuntungan finansial yang lebih besar sehingga mereka akan menggunakan berbagai cara untuk melindungi kejahatan yang mereka lakukan, termasuk melawan aparat penegakan hukum," katanya.
"Untuk melawan pelaku kejahatan seperti ini, maka aparatur penegak hukum harus menjadi pembelajar agar dapat menjadi lebih cerdas, lebih kuat secara individu dan jaringan, serta menguasai teknologi," tambah Alue.