Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana menyatakan, ICW justru ragu bahwa operasi tangkap tangan tersebut dilakukan atas kontribusi pimpinan KPK yang baru, Firli Bahuri.
Sehingga, ia menduga OTT KPK ini sudah direncanakan sejak lama.
"Mesti dicatat, apakah tangkap tangan kali ini memang benar-benar dilakukan atas kontribusi pimpinan KPK baru atau sebenarnya sudah direncanakan jauh-jauh hari saat Agus Rahardjo cs masih memimpin KPK?" kata Kurnia, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/1/2020).
Menurut Kurnia, UU KPK yang mewajibkan adanya izin penyadapan dari Dewan Pengawas justru akan membuat proses penindakan menjadi terhambat.
"Sederhana saja, bagaimana mungkin tangkap tangan akan efektif jika penyadapan memerlukan waktu lama karena harus melalui izin Dewan Pengawas," lanjutnya.
Kurnia pun menyebut Presiden Jokowi dan DPR adalah pihak yang akan dipermasalahkan jika izin OTT akan dipersulit Dewan Pengawas KPK.
"Jika itu benar terjadi maka Presiden Joko Widodo dan DPR adalah pihak yang paling layak dipersalahkan atas kondisi tersebut," kata Kurnia.
Sekretaris Negara
Sekretaris Negara, Pramono Anung menilai OTT Bupati Sidoarjo yang dilakukan KPK tersebut masih kuat dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Pramono pun meminta tak ada lagi kecurigaan mengenai revisi UU KPK dan adanya dewan pengawas akan melemahkan KPK.
"Ini menunjukkan KPK masih mempunyai kekuatan yang sangat kuat. Sehingga tidak perlu lagi kecurigaan diperdebatkan mengenai hal itu," kata Pramono di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/1/2020), dikutip dari Kompas.com.
Menurutnya, sejak awal pemerintah ingin KPK kuat, agar korupsi di Indonesia bisa berkurang.
"Sehingga spekulasi orang bahwa pemerintah akan intervensi KPK enggak mungkin," imbuhnya.
"Karena bagaimanapun pemberantasan korupsi jadi lebih baik kalau KPK-nya juga kuat. Dan yang diuntungkan juga siapa, pemerintah dalam hal ini," jelas Pramono Anung.