Laporan Wartawan Tribunnews Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi III Arsul Sani menilai praktik menggoreng saham jamak terjadi di pasar modal.
Hanya saja selama ini praktik goreng saham tidak merugikan keuangan negara atau masyarakat banyak, melainkan hanya individu.
Sehingga praktik menggoreng saham biasanya hanya berujung sengketa perdata.
Baca: Imigrasi Terima Permintaan Cekal Tambahan Atas 3 Orang dari Kejagung
Pernyataan Arsul Sani tersebut merespon temuan BPK bahwa ada kerugian hingga 10 triliun di perusahaan asuransi Jiwasraya karena menginvenstasikan dananya di saham gorengan atau saham yang nilainya rendah.
"Praktik goreng saham itu kan praktik yang sudah jamak terjadi, sudah lama terjadi di pasar modal. Sejak saya jadi lawyer, konsultan hukum pasar modal, sudah biasa kita melihat kasus seperti itu," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat, (10/1/2020).
Baca: Muncul Wacana Pembentukan Pansus Jiwasraya, Ini Kata INDEF
"Hanya selama ini, kalau itu tidak menyangkut BUMN, yang dimana ada modal negara, tidak menyangkut kepentingan masyarakat luas, tapi lebih kepada kerugian orang per orang itu kan hanya menjadi sengketa perdata saja," lanjut dia.
Namun, menurut Arsul bila terdapat unsur kesengajaan menggoreng saham sehingga merugikan keuangan negara, maka praktik tersebut bisa diusut secara pidana.
"Yang namanya keuangan negara banyak itu definisinya luas dalam Undang-Undang Korupsi, maka menurut saya memang harus diproses hukum tidak sekadar katakanlah secara keperdataan ataupun kalau soal pidana itu soal tipu menipu," katanya.
Baca: Kejagung Tambah 3 Orang Lagi yang Dicegah ke Luar Negeri terkait Kasus Jiwasraya
Ia menegaskan, bila diproses hukum tentu harus sesuai dengan aturan.
"Tapi harus diproses, satu berdasarkan Undang-Undang Pasar Modal, dua tentu Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, kalau di sana memang ada unsur korupsi," katanya.
Arsul mencontohkan kasus Dicky Iskandar Dinata yang merupakan wakil presiden direktur Bank Duta pada era sebelum reformasi.
Dicky dikenakan pasal Tipikor karena dengan sengaja membuat banknya rugi.
Karena itu, menurutnya sangat tepat bila Kejaksaan Agung mengusut kasus Tipikor di dalam skandal Jiwasraya.
"Menurut saya, ketika itu kemudian disidik Kejaksaan Agung untuk menemukan ada tipikornya atau tidak, itu sudah tepat," katanya.
Namun, ia mengingatkan yang harus dipastikan dan dikawal adalah proses hukumnya.
"Penyidikan itu adalah memang penyidikan yang serius, due process of law-nya benar, artinya semua prosesnya dipenuhi dan tidak kemudian, katakanlah, penyidikan itu hanya menyangkut pihak-pihak tertentu saja," katanya.