TRIBUNNEWS.COM - Kapal-kapal ikan China diketahui masih menyambangi perairan Natuna, Kepulauan Riau, Sabtu (11/1/2020).
Kapal-kapal itu bahkan masih menyebar jalan untuk menangkap ikan.
Atas adanya kapal-kapal China itu, tiga Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) melakukan pengusiran.
Tiga KRI tersebut KRI Karel Satsuit Tubun (KST) 356, KRI Usman Harun (USH) 359, KRI Jhon Lie 358.
Dikutip dari siaran pers Pusat Penerangan TNI yang diunggah di akun instagram Puspen TNI, @puspentni, Sabtu (11/1/2020), Panglima Komando Gabungan Wilayah Pertahanan (Pangkogabwilhan) I Laksdya TNI Yudo Margono telah memerintahkan kepada Komandan KRI untuk masuk di sela-sela konvoi kapal-kapal ikan Tiongkok dan menggangu kapal tersebut yang sedang menebar jaring.
Pengusiran itu dilakukan agar kapal-kapal tersebut keluar dari ZEE Indonesia.
Kepada Komandan KRI yang memimpin operasi, Pangkogabwilhan I juga memberikan instruksi untuk berkomunikasi kepada kapal-kapal asing yang berada di perairan Laut Natuna.
Selain mengusir kapal-kapal asing tersebut, Komandan KRI juga memberikan pengertian kepada awak kapal asing yang mengetahui aturan harus memahami situasi tersebut.
"Jangan sampai hubungan pemerintah Indonesia-Tiongkok yang sudah terjalin dengan baik, terganggu dengan adanya kegiatan ilegal yang dilakukan oleh para nelayan Tiongkok," katanya.
Laksdya TNI Yudo Margono menegaskan apabila kapal-kapal ikan China itu tidak mau atau masih tetap bertahan di perairan Laut Natuna, maka sesuai dengan perintah Presiden Jokowi akan ditangkap dan diproses secara hukum.
China Melunak
Sebelumnya, sikap China atas soal polemik perairan Natuna melunak.
Dalam jumpa pers yang dilakukan pada Rabu (8/1/2020), Juru Bicara Menteri Luar Negeri China Wang Yi, Geng Shuang mengatakan, pihaknya terus memantau perkembangan Natuna.
Menurut Gheng Shuang, China memiliki kedaulatan di wilayah Natuna.
Meski demikian, ia mengaku ada perbedaan klaim di wilayah Laut China Selatan antara China dan Indonesia.
Terkait hal ini, China meminta agar Indonesia tetap tenang.
"Kami berharap Indonesia tetap tenang," katanya sebagaimana dikutip dari dari situs Kementerian Luar Negeri China, fmprc.gov.cn.
China, kata Geng Shuang, ingin menyelesaikan perbedaan ini dengan cara yang tepat dan menjunjung tinggi hubungan bilateral kedua negara.
"Faktanya, kami telah melakukan komunikasi satu sama lain mengenai masalah ini melalui saluran diplomatik (Indonesia-China)," ujar Shuang.
Pernyataan yang diutarakan Geng Shuang ini, lebih lunak dibandingkan dengan pernyataan sebelumnya.
Pada pernyataan sebelumnya, China 'ngotot' jika wilayah Natuna adalah milik mereka.
Berikut pernyataan Geng Shuang pada 3 Januari 2020, lalu:
"Saya ingin menekankan bahwa posisi dan proposisi China mematuhi hukum internasional, termasuk UNCLOS.
Jadi apakah pihak Indonesia menerimanya atau tidak, tidak ada yang akan mengubah fakta objektif bahwa China memiliki hak dan kepentingan atas perairan yang relevan.
Apa yang disebut putusan arbitrase Laut China Selatan adalah ilegal, batal, dan tidak berlaku dan kami telah lama menegaskan bahwa Tiongkok tidak menerima atau mengakuinya.
Pihak Tiongkok dengan tegas menentang negara, organisasi atau individu mana pun yang menggunakan putusan arbitrase yang tidak sah untuk merugikan kepentingan Tiongkok."
(Tribunnews.com/Daryono)