TRIBUNNEWS.COM - Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Hasto Kristiyanto mengaku siap dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hasto dipanggil KPK karena berkaitan dengan kasus suap Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan.
Kasus Wahyu Setiawan itu menyeret nama kader PDI-P Harun Masiku.
Harun Masiku diketahui telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK.
Penangkapan tersebut setelah KPK melakukan Operasi Tangkap Tangan (OTT) Wahyu Setiawan beberapa hari lalu.
Kasus dugaan korupsi itu turut menyeret nama Sekjen PDI Perjuangan , Hasto Kristiyanto.
Hasto lantas memberikan pernyatannya kepada rekan media.
“Kami beberapa kali berdialog ketika kami mengundang KPK, ya KPK datang," kata Hasto yang Tribunnews kutip melalui tayangan YouTube Kompas TV, Minggu (12/1/2020).
Kedatangan KPK waktu itu, berdasar keterangan dari Hasto, membahas bagaimana membangun sebuah sistem keuangan partai yang transparan, dan yang baik.
"Ketika KPK mengundang kami pun, saya akan datang,” ujar Hasto saat Rakernas I PDIP, JIExpo Kemayoran, Jakarta Pusat, Minggu (12/1/2020).
Terkait pemanggilan Hasto, ia menerangkan hal itu merupakan bagian dari tanggung jawab warga negara.
"Lahir batin kami telah menyiapkan diri," tuturnya.
"Tanggung jawab warga negara itu harus menjunjung hukum tanpa kecuali," tegasnya.
PDI-Perjuangan Dukung KPK
Hasto mengungkapkan, partainya akan mendukung permintaan dari KPK agar Harun Masiku segera menyerahkan diri.
"Dorongan KPK kami dukung. Karena itu bagian dari kewenangan KPK," katanya.
Harun Masiku ditetapkan menjadi tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Wahyu Setiawan.
Harun Masiku diduga menjadi pihak yang memberikan uang kepada Wahyu Setiawan, agar membantunya menjadi anggota legislatif melalui mekanisme pergantian antarwaktu.
PDI-Perjuangan Tak Tanggung Jawab soal Negosiasi dengan KPU
Hasto Kristiyanto mengatakan, PDI-P tak bertanggungjawab jika ada pihak yang melakukan negosiasi dengan KPU terkait penetapan anggota DPR 2019-2024 dalam proses pergantian antar waktu (PAW).
"Jadi persoalan PAW ada pihak-pihak yang melakukan negoisasi, itu di luar tanggung jawab PDI Perjuangan," kata Hasto, dikutip dari Kompas.com, Minggu (12/1/2020).
Ia menyebutkan, tidak ada satupun pihak yang bisa menegosiasi aturan tersebut, baik dari partai politik maupun KPU.
"Dengan demikian, ketika ada pihak-pihak yang mencoba melakukan komersialisasi atas legalitas PAW, yang dilakukan berdasarkan putusan hasil dari uji materi ke MA dan juga fatwa MA," tuturnya.
"Maka pihak yang melakukan komersialisasi menggunakan penyalahgunaan kekuasaan itu seharusnya menjadi fokus mengapa itu terjadi," jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, Hasto merasa ada ada yang menggiring opini bahwa dirinya telah menerima dana haram dan menyalahgunakan kekuasaannya di PDI-P.
"Ada yang mem-framing saya menerima dana, ada yang mem-framing bahwa saya diperlakukan sebagai bentuk-bentuk penggunaan kekuasaan itu secara sembarangan," kata Hasto di JIExpo, Kemayoran, Jakarta Pusat, Jumat (10/1/202), dikutip dari Kompas.com.
Menurut Hasto, framing itu terlihat dari narasi yang menyebutkan seolah-olah ada staf kesekjenan PDI-P bernama Doni yang ditangkap KPK dalam kasus ini.
Selain itu, ia juga menyebut ada orang yang menggiring opini seakan dirinya dikejar oleh KPK hingga ke PTIK, Kamis (9/1/2020) lalu.
Hasto mengaku dirinya saat itu tengah sibuk mempersiapkan Rakernas dan HUT PDI-P.
"Saya sejak kemarin mempersiapkan seluruh penyelenggaraan rapat kerja nasional ini," katanya.
Namun, ia mengatakan, PDI-P akan menyerahkan sepenuhnya proses hukum pada KPK.
Harun Masiku ditetapkan sebagai tersangka kasus suap penetapan anggota DPR periode 2019-2024.
"Jadi dalam konteks seperti ini kami menyerahkan sepenuhnya proses penegakan hukum tersebut tanpa intervensi," kata Hasto, dikutip dari Kompas.com, Jumat (10/1/2020).
Saat ditanya keberadaan Harun Masiku, Hasto mengaku dirinya tidak tahu.
"Kalau Harun (Masiku) ini kita tidak tahu khususnya di mana," ujarnya.
Sebelumnya, KPK menetapkan politisi PDI-P, Harun Masiku sebagai tersangka setelah operasi tangkap tangan yang menjerat Komisioner KPU Wahyu Setiawan.
"Sebagai pihak pemberi HAR (Harun Masiku) dan Sae (Saeful), pihak swasta," ujar Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (9/1/2020).
Menurut Lili Pintauli, kasus ini bermula saat DPP PDI-P mengajukan Harun menjadi pengganti Nazarudin Kiemas sebagai anggota DPR RI, yang meninggal pada Maret 2019.
Namun, pada 31 Agustus 2019, KPU menggelar rapat pleno dan menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Nazarudin Kiemas.
Wahyu Setiawan kemudian menyanggupi untuk membantu Harun Masiku untuk menjadi anggota DPR terpilih melalui mekanisme PAW.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani) (Kompas.com/Fitria Chusna Farisa)