Deputi Direksi Bidang Jaminan Pembiayaan Kesehatan Rujukan (JPKR) BPJS Kesehatan, Budi Mohamad Arief mencatat, setidaknya ada 715 RS dan 47 Klinik di seluruh Indonesia yang melayani pasien cuci darah. ”Dan semuanya sudah menggunakan finger print serta mampu melakukan perpanjangan surat rujukan,” kata Budi.
Dengan keberadaan fitur finger print ini peserta tidak harus lagi mondar-mandir ke Puskesmas mengurus dokumen atau surat rujukan. Bahkan dengan keberadaan fitur finger print ini sudah mewakili data kartu BPJS Kesehatan. "Kartu pun sudah enggak terlalu diperlukan," ungkapnya.
Sementara itu, Fachmi Idris menambahkan, penerapan finger print yang telah dimulai sejak 1 Januari 2020 juga bermanfaat untuk memastikan kepesertaan. "Jadi dengan finger print ini juga untuk memastikan bahwa dia benar-benar peserta," tuturnya.
BPJS Kesehatan sendiri setiap tahunnya mengeluarkan dana yang cukup besar untuk layanan cuci darah. Di 2018, dana yang dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk layanan cuci darah sebesar Rp 4,81 triliun dengan jumlah kasus sebanyak 4,90 juta.
Angka tersebut meningkat setiap tahunnya, di mana di 2017 biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 4,03 triliun dengan jumlah kasus 4,12 kasus, di 2016 sebanyak Rp 3,46 triliun dengan jumlah kasus 3,41 juta kasus dan di 2015 sebanyak Rp 2,84 triliun dengan jumlah kasus 2,74 triliun.
Direktur Klinik Hemodialisis Tidore Andreas Japar mengaku umumnya biaya cuci darah bisa mencapai Rp900.000 hingga Rp 1 juta untuk satu kali layanan cuci darah.
Dia mengatakan, biasanya Klinik Hemodialisis Tidore bisa melayani pasien hingga 20 pasien per hari dimana kapasitasnya mencapai 24 pasien per hari.
Menurut Andreas, kebanyakan pasien cuci darah di klinik tersebut merupakan peserta JKN-KIS. Pasien JKN-KIS pun biasanya mendapatkan layanan ini sebanyak 2 kali seminggu dengan waktu 5 jam setiap kali cuci darah.
Dengan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan per 2020, Andreas berharap pembayaran klaim oleh BPJS Kesehatan akan lebih cepat dilakukan.
Namun, dia menjamin mereka akan tetap menjaga kualitas pelayanan kepada peserta.
”Dengan adanya kenaikan iuran, kami berharap kami bisa dibayar lebih cepat. Yang kedua, tentu dari awal kami mengutamakan mutu, supaya pasien itu bisa kami rawat dengan baik, dan bisa bertahan lama umurnya. Jadi kami tidak sembarangan memiliki klinik ini, Dari peralatan yang cukup canggih, sumber daya manusia nya yang terlatih dan bersertifikat, yang ketiga sop-nya kami jalankan dengan sungguh-sungguh,” kata Andreas.(tribun network/fia/dod)