TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah sempat tertunda sejak Oktober 2019, sidang pembacaan nota keberatan terhadap surat dakwaan alias eksepsi atas nama terdakwa Kivlan Zen, akhirnya digelar.
Tokoh militer Indonesia berpangkat Mayor Jenderal itu membacakan sendiri eksepsi di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Selasa (14/1/2020) siang.
Berdasarkan pemantauan, Kivlan Zen berada di kursi terdakwa sambil membacakan eksepsi.
Dia berada dalam kondisi sehat sehingga mampu melanjutkan persidangan.
Eksepsi Kivlan Zen terdiri dari 22 halaman.
Eksepsi itu merupakan keberatan terhadap surat dakwaan No. REG. PERK: PDM-622/JKT.PST/08/2019 Tanggal 22 Agustus 2019, yang dibacakan pada 10 September 2019.
"Dan dengan kemampuan nalar di usia 73 tahun dalam keadaan sakit, maka saya juga menyatakan keberatan terhadap isi dakwaan a quo."
"Dengan menyatakan penuntut umum dalam menguraikannya tidak cermat, tidak jelas, dan tidak lengkap dalam penataan konstruksi yuridis atas fakta-fakta perbuatan," tuturnya.
Kivlan Zen juga menyoroti upaya penyidikan yang dilakukan aparat Polda Metro Jaya.
Dia menilai telah terjadi kriminalisasi terhadap dirinya.
"Penyidikan yang telah dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Metro Jaya sekitar 84 hari."
"Dengan mengekang kebebasan hak asasi di balik jeruji tahanan Pomdam Jayakarta, menjadikan saya harus berpendapat seluruh kejadian adalah kriminalisasi," paparnya.
Purnawirawan TNI Angkatan Darat itu membantah telah melakukan tiga perbuatan yang didakwakan terhadap dirinya.
Perbuatan pertama, dalang atau terlibat sebagai pelaku makar 21-22 Mei 2019.
Kedua, menetapkan target pembunuhan empat pejabat negara, yaitu Wiranto, Luhut Binsar Panjaitan, Budi Gunawan, dan Gories Mere, serta Direktur Direktur Eksekutif Charta Politika Yunaryo Wijaya.
Ketiga, memiliki pendana untuk makar 21-22 Mei 2019.
"Sebagai putra Minang kelahiran Langsa, Aceh dan besar di Medan, sekarang ini telah memaknai istilah masyarakat, yaitu kejamnya ibu tiri ternyata lebih kejam Ibu kota."
"Sebagaimana saya telah dirancang sedemikian kasarnya, tidak rapi, untuk dijadikan nilai jual mengimbangi kecurangan Pemilu Presiden," ucapnya.
Baca: Kivlan Zen Ungkap Pemberian Uang Rp 50 Juta Untuk Demo Supersemar di Depan Istana Negara
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa Kivlan Zen atas kepemilikan senjata api (senpi) ilegal dan peluru tajam.
Perbuatan Kivlan Zen menurut jaksa dilakukan bersama-sama dengan Helmi Kurniawan (Iwan), Tajudin (Udin), Azwarmi, Irfansyah (Irfan), Adnil, Habil Marati Marati, dan Asmaizulfi alias Vivi.
Atas perbuatan itu, Kivlan Zen didakwa dan diancam pidana dalam pasal 1 ayat (1) UU Nomor 12/drt/1951 jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sidang perkara itu sempat mengalami penundaan beberapa kali karena alasan kesehatan Kivlan Zen.
Dia memang masih menjalani pengobatan di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat Gatot Soebroto.
Majelis hakim Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat telah mengeluarkan penetapan pengadilan terkait perubahan status penahanan atas nama terdakwa Kivlan Zen.
Berdasarkan surat penetapan dari majelis hakim PN Jakarta Pusat bernomor 960/Pen.Pid.Sus-TPK/2019/PN Jkt.Pst, mantan Kepala Staf Kostrad itu kini berstatus tahanan rumah.
• Iran-AS Memanas, Luhut Panjaitan Malah Bilang Indonesia Bakal Diguyur Investasi oleh Gedung Putih
Status tahanan rumah itu mulai berlaku sejak 12 Desember 2019 sampai dengan 26 Desember 2019. Kivlan Zen ditahan atas dakwaan kepemilikan senjata api dan amunisi ilegal
Sebelum mendapatkan status tahanan rumah, Kivlan Zen sempat mendekam di rumah tahanan Mapolda Metro Jaya.
Sebelumnya, Muhammad Yuntri, kuasa hukum Kivlan Zen, mengatakan kliennya mengakui menerima uang dari tersangka kasus dugaan percobaan pembunuhan Habil Marati.
Meski mengakui, Kivlan Zen membantah uang tersebut bakal digunakan untuk membunuh sejumlah tokoh nasional.
Dirinya menyebut uang tersebut digunakan untuk menggelar demonstrasi.
"Mengakui, tapi tidak sesuai dengan tuduhan. Uang itu hanya untuk demo."
"Tidak ada kaitan sama sekali dengan masalah pembelian senjata, membunuh, tidak ada sama sekali," ujar Yuntri di Polda Metro Jaya, Jakarta, Senin (17/6/2019).
Kivlan Zen kemarin diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Habil. Dalam pemeriksaan itu, Yuntri mengungkapkan kliennya membawa bukti rekening penerimaan uang tersebut.
Kivlan Zen disebutkan menerima 4.000 dolar Singapura atau setara Rp 42.400.000.
• Ditjen Pemasyarakatan Bantah Setya Novanto Pelesiran, Ini yang Sebenarnya Terjadi
"Dicek tadi rekening. Dikasihkan rekeningnya, bahwa terima ke rekening, ia terima dan sampaikan ada," ucapnya.
"Yang satu Rp 50 juta. Yang satu lagi 4.000 dolar Singapura untuk kegiatan antikomunis atau supersemar yang di Monas," jelas Yuntri.
Yuntri mengatakan, Kivlan Zen dan Habil saling kenal mengenal setahun yang lalu.
Mereka kenal lewat sebuah grup di media sosial WhatsApp (WA).
Menurut Yuntri, uang jajan yang diterima Kivlan Zen diyakini diberikan secara sukarela oleh Habil.
Politikus PPP tersebut tidak meminta imbalan apa pun dari Kivlan Zen.
• Penumpang Bus Pemicu Kecelakaan Maut Bakal Dirawat di Ruang Isolasi, Urinenya Negatif Narkoba
"Sukarela saja. Mereka kan kenal dari WA grup. Itu grup untuk diskusi saja tentang masalah kebangsaan," ucapnya.
"Itu ada gerakan GMBI, karena di diskusi itu berkembang butuh uang untuk keperluan gerakan antikomunis, beliau (Habil) kasih," terang Yuntri.
Polisi telah menetapkan Habil Marati sebagai tersangka terkait kasus dugaan ancaman pembunuhan terhadap empat tokoh nasional dan satu bos lembaga survei.
• Penumpang Pemicu Kecelakaan Maut di Tol Cipali Bekerja Sebagai Sekuriti di Jakarta
Wadir Krimum Polda Metro Jaya Ajun Komisaris Besar Ade Ary menyebut, Habil berperan sebagai pemberi dana sebesar Rp 150 juta kepada Kivlan Zen untuk keperluan pembelian senjata api.
"Tersangka HM ini berperan memberikan uang. Jadi uang yang diterima tersangka KZ (Kivlan Zen) berasal dari HM," cetusnya.
"Maksud tujuan untuk pembelian senjata api. Juga memberikan uang Rp 60 juta rupiah langsung kepada tersangka berinisial HK."
"Untuk biaya operasional dan juga pembelian senjata api," kata Ade Ary di kantor Kemenkopolhukam, Jakarta Pusat, Selasa (11/6/2019).
Sejak kasus ini terungkap, nama Kivlan Zen juga disebut-sebut memberikan perintah langsung kepada para tersangka kasus penyelundupan senjata.
Tujuannya, diduga untuk membunuh empat tokoh nasional dan satu pimpinan lembaga survei.
Enam tersangka yang telah ditahan juga sudah memberikan testimoni terkait dugaan adanya keterlibatan Kivlan Zen merancang pembunuhan terhadap empat tokoh nasional.
Empat tokoh nasional itu adalah Menko Maritim Luhut Binsar Pandjaitan, dan Menkopolhukam Wiranto.
Lalu, Kepala Badan Intelijen Negara (BIN) Budi Gunawan, dan Staf Khusus Presiden Bidang Intelijen dan Keamanan Gories Mere. (*)