Laporan Wartawan Tribunnews.com, Chaerul Umam
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua MPR fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani menilai tidak ada urgensi membentuk Panitia Khusus (Pansus) untuk menyelesaikan masalah perusahaan asuransi Jiwasraya.
Hal itu karena Kejaksaan Agung (Kejagung) telah menetapkan lima orang sebagai tersangka yang diduga melakukan praktik korupsi di Jiwasraya.
Menurut Arsul, jika saat ini fokus untuk mengembalikan dana nasabah, maka pembentukan Panitia Kerja (Panja) lebih tepat.
"Pansus itu hanya satu pilihan. Pilihan lain kan ada juga, yaitu panja. Tinggal nanti saya yakin fraksi-fraksi akan berembuk, fokus kita di mana? Kalau fokus kita ke ikhtiar memaksimalkan pengembalian kerugian nasabah, menurut saya Pansus tidak tepat. Itu biar menjadi Panja di komisi terkait," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (15/1/2020).
"Misal Komisi VI atau didukung kalau ada Panja lain di Komisi III terkait dengan penegakan hukum dan Komisi XI terkait pengawasan di lembaga keuangan," imbuhnya.
Anggota Komisi III DPR ini juga menyoroti kinerja Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Arsul menilai pengawasan OJK terhadap perusahaan asuransi lemah.
"Sistem pemerintahan kita mengamanahkan pengawasan bank atau lembaga keuangan seperti asuransi ada pada OJK meski ada dewan asuransi. Ini kenapa tidak ada early warning. Sampai sekarang OJK masih diam-diam saja, yang galak malah BPK. Ini yg harus ditanya kenapa OJK diam," ujar Arsul.
Diketahui kelima tersangka kasus Jiwasraya ditahan terpisah, yakni eks kepala divisi investasi jiwasraya Syahmirwan ditahan di Rutan Cipinang, Jakarta Timur dan eks direktur utama Jiwasraya Hendrisman Rahim ditahan di Pomdam Jaya Guntur.
Mantan Direktur Keuangan Jiwasraya Hary Prasetyo ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan, Komisaris PT Hanson Internasional Tbk Benny ditahan di Rutan KPK. Terakhir Presiden Komisaris PT Trada Alam Mineral, Heru Hidayat ditahan di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Agung.
Kelimanya diancam dengan pasal 2 dan pasal 3 UU No 20 tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi. Dengan hukuman penjara maksimal 20 tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar.