TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jumat (17/1/2020), pihak Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengirimkan surat panggilan pemeriksaan untuk tersangka penyuap Harun Masiku selaku caleg PDI Perjuangan, meski buronannya dinyatakan telah meninggalkan Indonesia ke Singapura.
Surat dikirim ke kediaman Harun di Kompleks Aneka Tambang, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
"Memanggil sebagai tersangka ke alamat tempat tinggalnya di daerah Kebayoran Jakarta," ujar Pelaksana tugas (Plt) Juru Bicara KPK Ali Fikri.
Namun, hingga ditunggu sore hari, Harun tidak memenuhi panggilan KPK.
Panggilan itu merupakan pertama untuk pemeriksaannya setelah Harun ditetapkan sebagai tersangka pada 9 Januari karena terkait rangkaian operasi tangkap tangan (OTT) dugaan suap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan. Wahyu selaku penyelenggara pemilu diduga menerima suap Rp600 juta untuk memuluskan pengajuan pergantian caleg PDI P Harun Masiku menjadi anggota DPR melalui proses Pergantian Antar-Waktu (PAW).
Baca: Sambangi Bareskrim, I Wayan Sudirta: Posisi PDIP Sudah Babak Belur Dipojokkan Pemberitaan Tak Benar
Baca: Soal Penggeledahan Kantor DPP, Tim Hukum PDIP Adukan Petugas KPK ke Dewan Pengawas
KPK menetapkan Harun Masiku sebagai tersangka pemberi suap kepada Wahyu Setiawan.
Namun, KPK gagal menangkap Harun Masiku karena dia lebih dulu meninggalkan Indonesia ke Singapura pada 6 Januari 2020.
Lembaga antirasuah kemudian bekerja sama dengan Polri untuk memburu Harun Masiku. Selain berkoordinasi dengan polisi, KPK juga mengimbau Harun bersikap kooperatif.
"Di samping upaya pencarian oleh KPK dan melalui bantuan penangkapan kepada Polri, juga melalui persuasif dengan cara imbauan untuk menyerahkan diri," kata Ali.
Informasi yang diperoleh Tribun, Harun Masiku kelahiran Jakarta pada 21 Maret 1971 (49) merupakan Caleg PDIP dari Daerah Pemilihan Sumatera Selatan I.
Dia menggunakan alamat tinggal Jalan Limo, Kompleks Aneka Tambang IV, RT 8 RW 2, Kebayoran Lama, Jakarta Selatan.
Tribun mendatangi alamat tersebut, kemarin.
Sugeng, petugas keamanan setempat mengungkapkan, petugas KPK sudah dua kali mendatangi komplek perumahan tempatnya berjaga.
Padahal, sebagian besar penghuni komplek perumahan ini adalah pegawai BUMN.