TRIBUNNEWS.COM - Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P) Adian Napitupulu menyebut Caleg PDI-P Harun Masiku yang kini tengah buron ini, merupakan korban.
Pasalnya dalam kasus suap Wahyu Setiawan ini, Harun Masiku hanya ingin mendapatkan haknya untuk menjadi anggota DPR.
Dimana hak Harun itu didapat dari putusan Mahkamah Agung (MA) terkait peralihan suara calon legislatif (Caleg) yang meninggal.
Pernyataan itu ia sampaikan saat mengisi sebuah diskusi bertajuk Ada Apa di Balik Kasus Wahyu? di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu (19/1/2020).
"Saya (Harun Masiku) punya hak untuk menjadi anggota DPR," ujar Adian yang dilansir kanal YouTube Kompas TV, Senin (20/1/2020).
"Hak itu dari mana? itu berdasarkan putusan partai yang diberikan dasar oleh keputusan Mahkamah Agung, clear dong, dia merasa punya hak," imbuhnya.
Namun hak dari Harun tak kunjung diberikan juga oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU).
"Lalu dia (Harun Masiku) menunggu haknya oleh siapa? Oleh KPU, enggak diberikan," jelas Adian.
"Dia meminta haknya yang diberikan oleh Mahkamah Agung tapi tidak dilaksanakan KPU," ungkapnya.
Sehingga menurut Adian, Harun Masiku berusaha mendapatkan keadialan atas haknya tersebut.
Di saat yang bersamaan, datanglah tawaran dari Wahyu Setiawan yang saat itu menjabat sebagai Komisioner KPU.
"Lalu dia berpikir bagaimana agar haknya dapat diperoleh," ujarnya.
"Datanglah tawaran dari Wahyu Setiawan 'kalau lo mau kasih sekian-sekian' gitu," imbuhnya.
Harun Masiku merasa posisinya secara hukum benar, sehingga ia pun menyanggupi permintaan Wahyu Setiawan.
Melihat hal ini, Adian tegas menyebut Harun Masiku merupakan korban dari iming-iming penyelenggara negara.
"Karena dia merasa posisinya secara hukum benar, dia coba berikan itu," kata Adian.
"Dalam kapasitas itu Harun Masiku, korban," tegasnya.
Dalam kesempatan itu, Adian juga mengungkapkan bahwa tidak ada salahnya memperjuangkan keadilan untuk mendapatkan hak miliknya.
Meski demikian, aktivis 98 juga mengakui bahwa jalan yang ditempuh Harun Masiku adalah salah.
"Boleh tidak dia memperjuangkan haknya, kalau boleh dia berjuang," ujarnya dikutip dari Tribunnews.com.
"Mungkin caranya salah karena adanya tawaran, kira-kira seperti itu, tapi dalam hal ini harus jernih melihat, ada dua kemungkinan dia mungkin pelaku suap, kemungkinan kedua dia korban dari iming-iming penyelenggara," jelasnya.
Adian juga meyakini kalau saat itu, hak dari Harun Masiku dipenuhi, maka caleg PDI-P yang kini buron di luar negeri ini tidak akan melakukan hal tersebut.
"Karena dia diberi hak yang diberikan Mahkamah Agung. Tanpa keputusan MA, saya percaya dia tidak akan melakukan ini," sambungnya.
Adian Napitupulu Sebut Akar Permasalahan Pada Putusan MA
Politisi PDI-P, Adian Napitupulu berpendapat duduk permasalahan adanya kasus suap Wahyu Setiawan ini sebenarnya berada pada putusan (Mahkamah Agung) MA.
Yakni mengenai pemindahan suara dari Nazarudin Kiemas, caleg PDI-P yang meninggal dunia, ke suara milik Harun Masiku.
Adian menegaskan jika tidak ada keputusan MA terkait PAW ini maka proses suap antara Harun dan Wahyu tidak akan terjadi.
"Kalau tidak ada keputusan MA itu, tidak akan ada harapan di kepala Harun Masiku bahwa dia punya peluang untuk menjadi anggota DPR," ungkapnya yang dilansir kanal YouTube Kompas TV, Senin (20/1/2020).
"Kalau tidak ada keputusan MA peluang si Wahyu untuk meminta uang kepada Harun pun tidak ada," jelasnya.
"Semua itu berawal dari keputusan MA," ujarnya.
Adian mengatakan dalam kasus ini partainya sudah melakukan hal yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dan Harun Masiku merasa posisinya secara hukum benar, sehingga ia hanya menginginkan haknya untuk menjadi anggota DPR.
Kronologi Wahyu Setiawan Terima Suap Dari Harun Masiku
Diberitakan sebelumnya, pada Juli 2019, satu diantara pengurus DPP PDIP mengajukan gugatan uji materi tentang pemungutan dan perhitungan suara.
Pengajuan gugatan ini terkait meninggalnya caleg terpilih dari PDIP atas nama Nazarudin Kiemas yang wafat pada Maret 2019.
Sehingga harus dicari pengganti Nazarudin untuk menduduki kursi legislatif.
Setelah menerima pengajuan gugatan tersebut, MA pun mengabulknan uji materi itu.
Putusan MA menyebut suara tersebut pun tetap dianggap suara sah untuk partai.
Namun dalam rapat pelno yang digelar KPU, menetapkan Riezky Aprilia sebagai pengganti Almarhum Nazarudin.
Melihat hal ini, Wahyu Setiawan yang saat itu sebagai Komisioner KPU bersedia membantu mengusahakan nama Harun sebagai penggantinya.
Wahyu Setiawan kemudian meminta Rp900.000.000 untuk dijadikan dana operasional.
Permintaan itupun kemudian dipenuhi oleh Harun Masiku.
Dalam kasus suap ini, KPK telah menetapkan empat tersangka.
Seperti yang diberitakan Tribunnews.com, mereka adalah Komisioner KPU Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustiani Tio Fridelina yang juga orang kepercayaan Wahyu; kader PDIP Harun Masiku; dan Saeful selaku swasta.
Penetapan tersangka menyusul operasi tangkap tangan KPK di Jakarta, Depok, dan Banyumas dengan mengamankan delapan orang dan uang Rp400 juta dalam valuta dolar Singapura pada Rabu dan Kamis 8-9 Januari 2020.
Atas perbuatannya, Wahyu kini resmi ditahan di rutan Pomdam Jaya Guntur dan Agustiani Tio Fridelina ditahan di rutan K4 yang berada tepat di belakang Gedung Merah Putih KPK.
Adapun tersangka Saeful selaku terduga pemberi suap ditahan di rutan gedung KPK lama Kavling C1, sedangkan kader PDIP Harun Masiku masih buron. (*)
(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma/Ilham Rian Pratama)