News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap di MA

Hakim Sebut Upaya KPK Tetapkan Nurhadi Sebagai Tersangka Sudah Sah

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi memberikan kesaksian saat sidang lanjutan kasus suap pengajuan Peninjauan Kembali (PK) ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat dengan Terdakwa Eddy Sindoro di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Senin (21/1/2019). Sidang mantan petinggi Lippo Group tersebut beragendakan pemeriksaan saksi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum KPK yang salah satunya yakni Mantan Sekretaris Mahkamah Agung Nurhadi. TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA  - Hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Akhmad Jaini menyatakan proses penetapan tersangka, Nurhadi, sudah sah secara hukum.

Pernyataan itu disampaikan Jaini saat membacakan putusan praperadilan yang diajukan Nurhadi, Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi) dan Hiendra Soenjoto (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal/MIT) di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (21/1/2020).

Baca: KPK Hargai Putusan Praperadilan Eks Sekretaris MA Nurhadi

"Apa yang dilakukan pimpinan tetap sah termasuk dalam menandatangani sprindik (surat perintah penyidikan,-red)" kata Jaini, saat membacakan pertimbangan putusan.

Surat perintah penyidikan Nurhadi ditandatangani Direktur Penyidikan KPK R. Z. Panca Putra S pada 6 Desember 2019.

Mengacu Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, status penyidik pimpinan telah dihapus.

Artinya, pimpinan KPK periode 2015-2019 tidak lagi mempunyai kewenangan penyidikan dan tidak berhak memberikan mandat kepada Panca Putra.

Selain itu, UU KPK hasil revisi membawa konsekuensi yuridis sprindik tersebut tidak berdasarkan atas hukum dan atau cacat hukum dan atau tidak sah serta tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Namun, menimbang berdasarkan bukti Keputusan Presiden Keputusan Presiden (Kepres) Nomor 133/P/2015 tentang Pengangkatan Pimpinan KPK masa bakti 2015-2019, maka komisioner KPK periode sebelumnya masih berwenang membuat kebijakan sampai adanya pergantian pimpinan.

"Berdasarkan UU KPK sebelumnya pimpinan KPK adalah penyidik dan penuntut umum. Keputusan Presiden ini berlaku mulai saat pengucapan sumpah jabatan. Dan Keputusan Presiden pengangkatan pimpinan KPK, Firli cs, berakhir pada 20 Desember 2019 sehingga apa yang dilakukan pimpinan tetap sah termasuk menandatangani sprindik," ujar Jaini.

Walaupun Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo, serta dua komisioner KPK lainnya, yaitu Saut Situmorang, dan Laode M. Syarief pernah menyatakan kepada media tentang menyerahkan mandat kepada presiden.

Namun, berdasarkan keterangan ahli yang diajukan pihak KPK di persidangan praperadilan, Riawan, pengunduran diri harus secara tertulis.

Sehingga, Riawan menyatakan, pernyataan pengunduran diri tiga pimpinan KPK periode 2015-2019 itu tidak mempunyai kekuatan hukum.

"Menimbang surat Keputusan Presiden pemberhentian dengan hormat dan pengangkatan yang berlaku sejak saat sumpah jabatan sehingga masa jabatan masih berlaku. Dan dilaksanakan sesuai dengan undang-undang. Pimpinan masih berwenang berlaku sampai dewan pengawas terbentuk, pelaksanaan tugas berdasarkan uu ini," kata Jaini.

Jaini menambahkan pengangkatan dan pemberhentian 2019 yang mengangkat pimpinan KPK maka dengan demikian pemberhentian pimpinan KPK periode 2015-2019 dilakukan karena masa jabatan telah berakhir.

"Bukan karena pengembalian mandat atau pengunduran diri. Maka tidak ada kekosongan hukum atas pengembalian mandat," tambahnya

Sebelumnya, hakim tunggal pada Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Akhmad Jaini menolak permohonan praperadilan yang diajukan mantan Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi.

Sidang pembacaan putusan digelar di ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan, pada Selasa (21/1/2020).

"Mengadili dalam eksepsi, menolak eksepsi pemohon sebelumnya. Dalam pokok perkara menolak permohonan pra peradilan para pemohon yaitu satu pemohon Rezky Herbiyono pemohon kedua yaitu Nurhadi pemohon ketiga Hiendra Soenjoto," kata Akhmad Jaini, membacakan putusan pra peradilan.

"Membebani para pemohon membayar biaya perkara sebesar nihil,".

Dalam pertimbangannya, hakim Akhmad Jaini menyebutkan apa yang dilakukan KPK sudah sesuai prosedur hukum.

Untuk diketahui, praperadilan ini diajukan Nurhadi bersama dua orang lainnya, yaitu Rezky Herbiyono (menantu Nurhadi) dan Hiendra Soenjoto (Direktur PT Multicon Indrajaya Terminal/MIT).

Baca: Ombudsman RI Bentuk Tim Investigasi Bongkar Kejanggalan Jiwasraya, Asabri dan Taspen

Nurhadi diduga terlibat kasus dugaan suap pengurusan perkara di MA serta penerimaan gratifikasi. Mereka telah berstatus tersangka di KPK dengan sangkaan Nurhadi dan Rezky menerima suap dari Hiendra.

Dugaan penerimaan hadiah atau janji terkait pengurusan perkara perdata PT. MIT vs PT. KBN (Persero).

Nurhadi diduga telah menerima gratifikasi atas tiga perkara di pengadilan. Dia diduga menerima janji dalam bentuk 9 lembar cek dari PT MIT serta suap/gratifikasi dengan total Rp46 miliar.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini