Ia juga sempat menjadi koresponden koran terbitan Australia, The Sydney Morning Herald dan The Age (Melbourne) antara tahun 1997 dan 1999.
Meskipun banyak reporter yang keluar dari Timor Timur pada waktu itu, Yenny tetap bertahan menjalankan tugasnya.
Namun, Yenny juga sempat kembali ke Jakarta setelah mendapat perlakuan kasar dari milisi.
Tak berselang lama, hanya dalam waktu seminggu, Yenny kembali bekerja.
Liputannya mengenai Timor Timur pasca referendum bahkan mendapatkan anugrah Walkley Award.
Selain itu, Yenny juga terlibat dalam peliputan atmosfer Jakarta yang mencekam menjelang Reformasi 1998.
Pada saat itu, Yenny ditodong senjata oleh oknum anggota ABRI yang sedang berusaha mensterilkan jalan lingkar Trisakti.
Belum terlalu lama menekuni pekerjaannya tersebut, ia akhirnya berhenti karena ayahnya, Gus Dur, terpilih menjadi Presiden RI ke-4.
Selalu Mendampingi Ayahnya
Sejak ayahnya menjabat sebagai Presiden RI ke-4, kemanapun Gus Dur pergi, Yenny selalu berusaha mendampingi ayahnya.
Yenny menjabat posisi Staf Khusus Presiden Bidang Komunikasi Politik.
Kemudian, setelah Gus Dur tidak lagi menjabat sebagai presiden, Yenny akhirnya memperoleh gelar Master's in Public Administration dari Universitas Harvard di bawah beasiswa Mason.
Sekembalinya dari Amerika tahun 2004, ia menjadi Direktur Wahid Institute yang saat itu baru berdiri.
Semasa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono, Yenny diketahui sempat mengabdi sebagai staf khusus bidang Komunikasi Politik dan aktif sebagai Sekretaris Jenderal Partai Kebangkitan Bangsa.