Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Selain didakwa menerima suap, asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum juga didakwa menerima gratifikasi Rp 8,6 miliar.
Hal tersebut terungkap dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan terhadap terdakwa Mifathul Ulum di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Uang tersebut diterima secara terpisah dari bebeberapa orang di antaranya Sekjen KONI, Ending Fuad Hamidy.
Baca: Kapolri Pastikan Anggotanya Sedang Bergerak di Lapangan Buru Harun Masiku
Kemudian Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016, Lina Nurhasanah.
Serta Edward Taudan Pandjaitan alias Ucok selaku Pejabat Pembuat Komitmen pada program Satlak Prima Kemenpora tahun anggaran 2016-2017.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang harus dipandang sebagai perbuatan yang berdiri sendiri sehingga merupakan beberapa kejahatan, yaitu telah menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8.648.435.682," kata Jaksa Penuntut Umum KPK, Ronald F Worotikan saat membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tipikor, Jakarta Pusat, Kamis (30/1/2020).
Baca: Pimpinan KPK Ikut Intervensi Pemanggilan Saksi Perpanjang Rantai Birokrasi Penyidikan
Dalam dakwaannya, uang gratifikasi itu diterima Ulum yang kemudian diserahkan untuk Imam Nahrawi.
Rinciannya, uang sebesar Rp300 juta diterima Miftahul Ulum dari Sekretaris Jenderal KONI Ending Fuad Hamidy sebagai uang tambahan operasional Imam Nahrawi.
Selanjutnya, uang gratifikasi juga diberikan dari Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (Prima) Kemenpora periode 2015-2016, Lina Nurhasanah sebesar Rp 4,9 miliar kepada Miftahul Ulum.
Ketiga dan keempat Miftahul Ulum kembali menerima uang sebesar Rp 2 miliar dari Lina Nurhasanah dan uang Rp 1 miliar dari Pejabat Pembuat Komitmen pada program Satlak Prima Kemenpora tahun anggaran 2016-2017, Edward Taudan Pandjaitan alias Ucok.
Baca: Bayangkan Masiku Nonton ILC, Effendi Ghazali Samakan Buron KPK dengan Korban Keraton Agung Sejagat
Terakhir, Miftahul juga menerima uang sebesar Rp 400 juta dari BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode 2017-2018, Supriyono.
Sebelumnya, Asisten pribadi menteri pemuda dan olah raga (Menpora RI) Imam Nahrawi, Miftahul Ulum menjalani sidang perdana dalam kasus dugaan suap persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) kepada Kemenpora RI tahun kegiatan 2018.
Sidang dengan agenda dakwaan ini digelar di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat, Kamis (30/01/2019) pagi. Mifathul didakwa dengan surat dakwaan setebal 30 halaman.
Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ronald Ferdinand Worotikan mengungkapkan, Miftahul didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.
Selain Endang, mantan Bendahara KONI Johnny Awuy juga diduga terlibat praktik suap tersebut.
"Terdakwa Miftahul Ulum bersama-sama dengan Imam Nahrawi selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yaitu Menpora RI menerima hadiah berupa uang seluruhnya sejumlah Rp 11,5 miliar dari Ending Fuad Hamidy selaku Sekretaris Jenderal Komite Olahraga Nasional Indonesia dan Johnny E Awuy selaku Bendahara Umum KONI," kata tim JPU saat membacakan dakwaan terhadap Miftahul Ulum.
Dalam perkara ini, Miftahul Ulum bersama dengan Imam Nahrawi meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
"Kegiatan tersebut bertentangan dengan kewajiban Imam Nahrawi selaku pegawai negeri atau penyelenggara negara yang bersih dan bebas korupsi," katanya.
Atas perbuatannya, Ulum didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.