TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rencana pemulangan warga eks-ISIS dari kamp Rojava ke Indonesia sedang menjadi polemik.
Sementara itu, Wakil Ketua Setara Institute Bonar Tigor Naipospos, mendesak pemerintah untuk memulangkan anak-anak Indonesia, terutama yang berada di bawah usia 9 tahun.
"Semakin lama anak-anak itu tinggal di kamp tahanan, atmosfer yang buruk di kamp akan berdampak pada mereka, baik secara fisik maupun psikis," ujar Bonar, dalam keterangan tertulis, Jumat (7/2/2020).
Menurut Bonar, semakin lama mereka disana, justru akan semakin terpapar oleh paham ekstrem ISIS dan dampak buruk situasi ekstrem disana.
Baca: Wisatawan yang Kunjungi Kalbar Saat Cap Go Meh Dipastikan Menurun, Dampak Virus Corona?
Baca: Ini Penampakan Rumah Rp1,2 Miliar di Depok Milik Bos WO Penipu yang Gunakan Uang Korbannya
Baca: 10 Adegan Diperagakan Dalam Rekonstruksi Kasus Penyiraman Air Keras Novel Baswedan
Apalagi dari sejumlah pemberitaan internasional, para perempuan yang masih keras ideologisnya berusaha mempertahankan pengaruhnya dan menekan perempuan lainnya yang berusaha moderat untuk tetap bertahan pada paham keagamaan dan politik ekstremnya.
Sejalan dengan pemulangan anak-anak tersebut, kata Bonar, dibutuhkan identifikasi keluarga besar mereka serta perancangan peran mereka dan para ahli rehabilitasi medis dan psikologis.
Setara Institute juga mendesak pemerintah RI untuk membentuk Tim Advance dan mengirim mereka ke Suriah guna identifikasi orang-orang asal Indonesia yang berada di kamp dan mungkin juga di penjara.
"Keberadaan tim dan tugas identifikasi ini bukan hanya sekedar untuk mendapatkan informasi siapa identitas mereka, akan tetapi juga profiling secara utuh atas mereka, termasuk sejauh mana kaitan, kedalaman interaksi, dan keterlibatan mereka dalam jaringan ISIS," kata Bonar.
Di sisi lain, setelah kerja Tim Advance paripurna dan kesepakatan internasional diambil serta kelak eks-anggota dan simpatisan itu kembali ke Indonesia, pemerintah harus menggunakan pendekatan hukum yang tepat dan adil.
Pada saatnya, Pemerintah tentu sudah mengidentifikasi sejauh mana keterlibatan mereka dalam ISIS. Mereka yang terlibat dalam berbagai bentuk kegiatan ISIS sudah sepatutnya dimintai pertanggungjawaban hukum dan diadili, sedangkan mereka yang sekedar simpatisan ISIS perlu mengikuti proses deradikalisasi dan disengagement.
Selain itu, penanganan returnist tersebut harus dilakukan dengan pendekatan inklusif agar reasimilasi berjalan baik bagi kepentingan seluruh pihak, dengan mengedepankan paradigma jaminan hak konstitusional bagi seluruh warga negara.
"Setara Institute juga mendesak pemerintah untuk mengintensifkan perhatian pada pencegahan dan penanganan ekstremisme keagamaan di dalam negeri, agar kerumitan isu ISIS dan keterlibatan warga kita dalam gerakan serupa ISIS di masa-masa yang akan datang," ujarnya.