TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VI DPR RI Marwan Jafar menilai bahwa koperasi di Indonesia yang kinerjanya sehat dan memiliki aktivitas ekonomi yang cukup bagus, masih belum banyak.
Indonesia masih kalah dari sejumlah negara di Asia lainnya dalam hal jumlah koperasi yang mandiri, profesional, dan menyejahterakan anggotanya.
"Jika kita menengok kiprah beberapa koperasi produksi, jasa konsumen hingga pertanian di luar negeri yang sama-sama sedaratan Asia saja, Indonèsia sungguh tertinggal," kata Marwan di Jakarta, Minggu (9/2/2020).
Baca: Kunjungi Mount Ainslie, Jokowi Pelajari Pembangunan Ibu Kota dari Australia
Baca: Suami Tusuk Istri Hingga Tewas di Tangerang, Pelaku Sempat Sembunyi di Lantai 2 Rumahnya
Baca: Penembakan di Thailand yang Menewaskan 26 Orang, Ini Kronologi hingga Pelaku Ditembak Mati
Di Singapura menurutnya, terdapat koperasi konsumen yang beromzet Rp 9,3 triliun per tahun. Koperasi yang beranggotakan 500 ribu orang itu dikelola oleh koperasi buruh (NTUC).
Belum lagi menurutnya koperasi pertanian Zen Noh di Jepang. Koperasi itu memproduksi hasil pertanian, mengemas dan mendistribusikan buat 5 jutaan anggota koperasi dan bervolume usaha 13 miliar dolar AS atau sekira Rp 182 triliun.
Lalu di Korea Selatan ada juga koperasi pertanian Nonghyup atau National Agricultural Cooperative Federation (NACF) beranggota 2,35 juta orang dan punya volume usaha 31,27 miliar dolar AS serta berkinerja sosial baik.
"Terkait pencapaian perkoperasian sejumlah negara tetangga itu, kita jadi bertanya-tanya terobosan atau gebrakan apa dan bagaimana yang sedang atau akan dilakukan oleh pihak Kementerian Koperasi dan UKM ke depan. Juga sejauh mana kontribusi keberadaan Dewan Koperasi Indonesia alias Dekopin buat memajukan dan menyehatkan perkoperasian kita?" ujarnya.
Mantan Ketua Fraksi PKB itu mengatakan untuk memperbaiki kinerja koperasi di Indonesia maka harus dilakukan secara komprehensif.
Artinya harus dirunut terlebih dahulu kekuatan koperasi yang dimiliki, lalu dicari kelemahan-kelemahannya, serta membedah tantangan yang akan dihadapi ke depannya.
Dengan melakukan hal tersebut ia yakin koperasi Indonesia akan semakin baik, sektor pangan dan energi bisa dikelola dengan sistem perkoperasian.
"Ambil contoh di sektor perkebunan, para pekebun kelapa sawit yang berhimpun di koperasi di Sumatera umumnya dapat hidup sejahtera. Juga para petani tanaman hortikultura di Ciwidey, Jawa Barat maupun para peternak sapi perah di Bandung Utara dan Selatan yang disiplin berkoperasi juga memiliki nilai keekonomian yang baik. Hal yang sama sudah lama dilakukan oleh Pesantren Sidogiri di Pasuruan, Jawa Timur seperti memasok sayur-sayuran ke supermarket dari produksi agribisnis koperasi pesantrennya," katanya.
Dengan seperti itu, kinerja koperasi tidak identik lagi dengan koperasi simpan pinjam. Karena saat ini banyak lembaga berkedok koperasi terutama koperasi simpan pinjam yang mengimingi bunga tinggi, namun kemudian bermasalah.
"Tapi begitu terbongkar kedoknya, mereka lari dari tanggung jawab, seperti pernah terjadi pada Koperasi Cipaganti, Bandung, ratusan pinjaman via online serta koperasi karyawan di PT Hanson I ternasional Tbk yang terkait kasus investasi di Jiwasraya," pungkasnya.