Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI) Tatang Budie Utama Razak mengatakan tak mengetahui pasti apakah ada Pekerja Migran Indonesia (PMI) masuk dalam daftar 689 WNI eks ISIS.
"Kita sejauh ini belum mendapatkan informasi apakah di antara mereka ada PMI," ujar Tatang, di Kantor BP2MI, Jalan MT Haryono, Pancoran, Jakarta Selatan, Selasa (11/2/2020).
Tatang menegaskan permasalahan tersebut ditangani Kementerian Luar Negeri.
Sehingga, pihaknya tak menerima informasi secara detail terkait status ataupun dari mana asal para WNI eks ISIS tersebut.
"Secara spesifik apakah mereka PMI kita belum tahu, baik status mereka dan dari mana mereka. Hanya mendengar angka sekitar 600," kata dia.
Karenanya, dia mengaku tak tahu menahu apakah ada pekerja migran Indonesia dalam kelompok tersebut dan terpapar paham radikal.
Baca: Polisi Tangkap Perempuan Terduga Pelaku Pembuang Jasad Bayi di Klaten, Kini Masih Diperiksa
Tatang justru menyinggung informasi WNI di Singapura yang dikabarkan menyumbang dana kepada kelompok radikal.
"Belum (tahu ada yang terpapar paham radikal atau tidak, - red). Hanya baru kita ketahui seperti WNI yang di Singapura, yang kabarnya sebagai penyumbang kelompok radikal dan akhirnya mendapatkan masalah hukum di Singapura," katanya.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD mengatakan, pemerintah mengambil keputusan menolak pemulangan 689 WNI eks ISIS.
Diketahui 689 WNI eks ISIS tersebut tersebar di beberapa daerah di antaranya Suriah, Turki, dan dibeberapa negara terlibat Petempur Teroris Asing (Foreign Terrorist Fighter/FTF).
Baca: Tengah Malam, Anggota DPRD DKI Jakarta Kenneth Sidak Perbaikan Flyover Pesing Daan Mogot
Keputusan tersebut disampaikan Mahfud MD usai menggelar rapat yang di pimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) di Kompleks Istana Kepresidenan, Bogor, Selasa (11/2/2020).
"Pemerintah tidak ada rencana memulangkan terorisme, bahkan tidak akan memulangkan FTF ke Indonesia," kata Mahfud MD.
Ia menjelaskan, keputusan itu diambil karena pemerintah dan negara wajib memberikan rasa aman dari ancaman terorisme dan virus-virus baru termasuk teroris terhadap 267 juta rakyat Indonesia.
"Kalau FTF ini pulang itu bisa menjadi virus baru yang membuat rakyat 267 juta itu merasa tidak aman," katanya.
Mahfud MD menyebut, pemerintah akan memastikan data valid jumlah dan identitas orang-orang yang terlibat terorisme, termasuk bergabung dengan ISIS.
"Bersama dengan itu akan di data yang valid tentang jumlah dan identitas orang-orang itu," jelasnya.