TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kisah perjuangan sekolah mencari dana talangan dana Bantuan Biaya Operasional (BOS) terus bermunculan.
Sebuah sekolah di Lampung Utara, menggunakan uang hasil tani untuk menutupi keterlambatan dana BOS.
Baca: Ubah Skema Penyaluran Dana BOS, Nadiem Makarim: Tidak Ada Alasan untuk Tidak Jujur
Hal tersebut disampaikan oleh Kepala SMK Negeri 1 Kotabumi, Zainal Abidin saat ditemui di sela-sela pembukaan O2SN jenjang SMK se-Lampung Utara di SMKN 1 Abung Selatan, Rabu (12/2/2020).
Diakuinya, ia memang memiliki tanah yang ditanami singkong yang luasnya mencapai 10 hektar dan setiap kali panen bisa mencapai Rp 200 juta.
"Kalau saya sebagai pimpinan selalu mengutamakan kepentingan sivitas akademika yang utamanya gaji guru honorer," katanya
Caranya, kata Zainal, menggunakan dulu uang panen singkong untuk menutupi atau hak daripada gaji guru honorer tersebut.
Dari 80 guru di SMKN 1 Kotabumi, ada sebanyak 20 guru berstatus honorer dan sisanya sebagai PNS.
Lalu staf tata usaha (TU) ada 22 dan yang PNS hanya 9 orang serta sisanya berstatus honorer.
"Ada ratusan tenaga pendidik yang harus dipikirkan setiap bulannya dan khususnya bagi mereka yang tidak dapat gaji PNS," tuturnya.
Menurutnya, ini persoalan sejak enam tahun ia menjadi pimpinan di SMKN 1 Kotabumi ini.
Kalau kondisi keuangan morat-marit, dirinya bisa mengatasinya.
Karena ia bertani, uang hasil panen singkong lumayan bisa dipakai untuk menutup, setelah itu dirembes.
"Jika sudah cair anggaran BOS dari pemerintah maka otomatis akan dikembalikan pinjaman tersebut," katanya.
Baca: Dana BOS Akan Ditransfer Langsung, Kepala Sekolah Tak Lagi Nombok untuk Talangi Operasional
Soal pencairan, menurutnya, mau dari pusat ataupun provinsi itu tidak berpengaruh signifikan kepada sekolah.
Karena Rencana Anggaran Belanja Sekolah ( RABS) itu sudah dirancang dari tahun sebelumnya.
Tiga Bulan Tidak Gajian
Sementara itu, guru seni di SMKN 2 Kotabumi Filipus mengatakan, kalau pencairan dana yang tersendat sangatlah mengecewakan.
"Kami sebagai tenaga honorer yang memang dibayar setiap jam matapelajaran sangat sedih," katanya.
Baca: Skema Penyaluran Dana BOS Diubah Agar Sekolah Lebih Fleksibel Tetapkan Kebutuhan Operasional
Bagi guru honorer yang sekolahnya belum dapat alokasi BOS, tidak bisa berbuat apa-apa lagi.
Kadang tiga bulan guru honorer tidak mendapatkan gajian, dengan nunggak itu maka kebutuhan secara pribadi juga harus mengelus dada.
Filipus mengaku, setiap jam pelajaran dirinya mendapatkan Rp 30 ribu, jika diakumulasikan per-bulannya mencapai Rp 700 ribu.
Ia berharap ke depannya penganggaran dana BOS yang langsung ke sekolah bisa tepat waktu.
"Jangan sampai mandek lagi, apalagi kalau ada kegiatan seperti uji kompetensi (ukom) ataupun lomba FL2SN, ini dianggarkannya juga dengan spontan," katanya.
Sementara itu, Sekretaris Disdikbud Lampung Utara Syaiful Nawas, mengatakan sangatlah bagus jika dana BOS ini secara langsung tersalurkan kesekolah.
Tidak lagi mampir lagi ke keuangan provinsi, dan sejauh ini memang kendalanya sering terjadi Surat Pertanggungjawaban (SPJ) belum terselesaikan.
Kalau SPJ belum disetorkan maka otomatis juga belum bisa dicairkan anggaran BOS tersebut.
Anggaran BOS yang akan diterima Lampung Uatara sama dengan tahun lalu, mencapai Rp 71 Miliar.
Alokasi tersebut untuk ribuan siswa jenjang SD dan SMP yang memang menjadi kewenangannya.
Sementara itu, Kadisdikbud Lampung Sulpakar mengatakan, yang pasti adanya perubahan ini sangatlah diresponnya baik.
Dengan harapan dan menginginkan penyalurannya bisa lebih lancar dibandingkan dengan tahun sebelumnya.
Adapun pencairan telat itu memang kebijakan dari pemerintah pusat.
Pihak sekolah kemungkinan juga telat menyetorkan datanya.
Jika tahun ini berubah kebijakannya maka harapannya birokrasi tidak ada lagi panjang.
Baca: Utang Dulu ke Vendor Dibayar Saat Dana BOS Turun
Dengan harapan pencairan yang cepat ini untuk memotivasi guru untuk meningkatkan kinerjanya.
Jika sebaliknya kalau guru honorer itu malas jangan diberikan, makanya guru honorer itu harus bertanggung jawab mencerdaskan anak bangsa. (Tribun Lampung/byu/cep)