News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Omnibus Law Cipta Kerja

Bivitri Kritik Pernyataan Mahfud MD: Kalau Salah Ketik Sedikit Perbedaannya, Ini Kenapa Satu Pasal?

Penulis: Isnaya Helmi Rahma
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pakar Tata Hukum Negara, Bivitri Susanti

TRIBUNNEWS.COM - Keberadaan RUU Omnibus Law Cipta Kerja selalu diwarnai dengan polemik.

Belum selesai aksi protes masyarakat, kini satu di antara pasal dalam draf RUU omnibus law tersebut mendapatkan kritik.

Temuan tersebut terdapat pada Pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja.

Dalam hal itu, undang - undang (UU) dapat diubah melalui Peraturan Pemerintah (PP).

Sebelumnya Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan, Mahfud MD menduga ada kekeliruan saat mengetik pasal tersebut.

Pernyataan Mahfud MD ini kemudian mendapatkan sorotan tajam dari Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti.

Menurutnya kalau salah ketik perbedaan yang ditunjukkan hanya sedikit, tidak satu pasal seperti itu.

 Pakar Hukum Tata Negara, Bivitri Susanti (YouTube Talk Show tvOne)

Pernyataan ini ia sampaikan dalam program APA KABAR INDONESIA PAGI, yang dilansir YouTube Talk Show tvOne, Selasa (18/2/2020).

Sebelumnya Bivitri merasa lucu dengan pernyataan salah ketik yang diungkapkan Mahfud MD.

"Saya ketawa si," ujarnya.

Lebih lanjut Bivitri mengungkapkan ada dua alasan mengapa pernyataan salah ketik ini dinilainya lucu.

"Pertama, namanya salah ketik memang manusiawi," kata Bivitri.

"Tapi kan salah ketik dalam artian satu di antara huruf hilang atau salah begitu ya, tapi ini kenapa satu pasal," jelasnya.

Baca: Mahfud MD Akui Kekeliruan Omnibus Law PP Bisa Cabut UU: Bisa Diperbaiki Di DPR

"Kedua, salah ketik mungkin saja terjadi kalau yang lainnya jiwa semangat undang-undangnya tidak seperti itu," imbuhnya.

Tak hanya itu, Bivitri juga menilai ada penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat dalam omnibus law.

"Nah kalau kita lihat, RUU ini yang memang menempatkan banyak sekali kewenangan ke presiden, tidak hanya daerah ya," ungkapnya.

Ia juga menuturkan ada beberapa pasal yang dibunyikan bahwa semua kewenangan itu harus ke presiden.

"Serta pengaturan lebih lanjut oleh menteri-menteri maupun daerah itu harus dianggap sebagai delegasian dari presiden, memusatkan kekuasaan," jelasnya.

Rafly Harun Sebut Perspektif Omnibus Law Terlalu Memusat Kepada Pemerintah Pusat

Hal senada diungkapkan oleh Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun. 

Ia menyebut pembuatan omnibus law lebih condong melihat segala sesuatunya dari kacamata pemerintah pusat.

"Lalu kemudian perspektifnya itu terlalu pemerintah pusat center," jelasnya yang dilansir dari YouTube Talk Show tvOne, Selasa (18/2/2020). 

Melihat hal ini, Refly mengaku omnibus law ini tidak sesuai dengan yang diharapkannya.

"Padahal yang saya bayangkan adalah undang-undang ini betul-betul memapas penyakit dari segla birokrasi dan kemudian bisa membunuh wabah-wabah korupsi," jelasnya.

"Namun yang terjadi justru tidak begitu, justru penumpukan kekuasaan di pemerintah pusat," imbuhnya.

"Nah ini yang saya khawatirkan," kata Refly.

Melihat hal itu, Refly berharap adanya omnibus law ini bukan untuk menciptakan monster baru kekuasaan.

Mahfud MD Sebut Salah Ketik

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD memberikan tanggapan soal kritikan terhadap pasal 

Mahfud MD mengaku belum mengetahui perihal isi dari pasal tersebut.

Sehingga ia akan mengecek dan mempelajari draf Omnibus Law Cipta Kerja yang dimaksud.

"Coba nanti dipastikan lagi deh, saya tidak yakin kok ada isi UU bisa diganti dengan PP (Peraturan Pemerintah)," ujarnya yang dikutip dari Kompas.com.

"Coba nanti dicek dulu ya, pasal berapa? Nanti saya cek," imbuhnya.

Kendati demikian, Mahfud MD menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah tidak dapat digunakan untuk mengganti atau mengubah undang-undang.

Baca: PP Bisa Cabut UU dalam Draf Omnibus Law, Legislator Gerindra: Seharusnya Pemerintah Paham Regulasi

Sementara UU hanya bisa diubah melalui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu).

Namun harus diingat bahwa hal itu juga harus berdasarkan kebutuhan atau memenuhi syarat tertentu.

Sehingga adanya temuan dalam Pasal 170 draf Omnibus Law Cipta Kerja ini, Mahfud MD menduga ada kekeliruan saat mengetik.

"Mungkin itu keliru ketik. Atau mungkin kalimatnya tidak begitu," ujar Mahfud.

Menurut Mahfud, sebaiknya pasal tersebut disampaikan ke DPR dalam proses pembahasan. (*)

(Tribunnews.com/Isnaya Helmi Rahma, Kompas.com/Dian Erika Nugraheny)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini