TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - RUU Omnibus Law Cipta Kerja telah diserahkan oleh Menko bidang Perekonomian Airlangga Hartarto kepada DPR 12 Februari 2020 lalu.
Terkait hal itu, DPP KNPI dalam forum Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) bersama 34 pimpinan DPD Provinsi KNPI menyatakan sikap mendukung RUU tersebut.
"Sengaja kami kumpulkan 34 pimpinan provinsi DPD KNPI di seluruh Indonesia dalam forum Rakornas untuk membahas secara detail dan seksama perihal RUU Omnibus Law ini agar kami dapat mengkaji dan menyepakati kebijakan strategis ini," ujar Noer Fajrieansyah, Ketua Umum DPP KNPI, dalam keterangan pers di Jakarta, Minggu (23/2/2020).
Menurut Noer Fajrieansyah, Omnibus Law merupakan cara pemerintahan Presiden Joko Widodo untuk menghadapi berbagai tantangan ekonomi saat ini maupun masa depan.
"Visi Indonesia 2045 yang ingin menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara kekuatan besar ekonomi dunia, merupakan suatu keniscayaan, dan salah satu cara untuk mencapai visi tersebut dengan membuat dan mengesahkan UU Omnibus Law bersama DPR," kata Noer Fajrieansyah.
Baca: RUU Omnibus Law Cipta Kerja Ditolak Berbagai Pihak, Jokowi: Masyarakat Masih Bisa Beri Masukan
Dikatakan bahwa KNPI se-Indonesia secara bulat mendukung rencana pemerintah setelah mendengarkan paparan dan pandangan dari berbagai pihak, seperti akademisi, pengusaha, pihak keamanaan, pemerintah dan suara dari pimpinan DPD KNPI Provinsi seluruh Indonesia.
"Hasil paparan dan kajian kami para pemuda seluruh Indonesia akan kami sampaikan langsung ke Presiden Jokowi," terang Fajrie, sapaan akrab Noer Fajrieansyah.
Mantan Ketua Umum Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) ini juga menyebut berbagai aturan di Indonesia saat ini dapat dinilai belum ramah terhadap investasi.
Berdasarkan Ease Business Survey oleh World Bank, kemudahan izin usaha Indonesia berada di peringkat ke-73 dari 190 negara.
Posisi ini berada jauh dibandingkan Singapura yang berada di posisi ke-2, Malaysia posisi ke-12, dan Thailand di posisi ke-21. Selain itu, persoalan lain adalah tenaga kerja.
"Adanya keperluan tenaga kerja yang terampil, berkompeten sehingga mampu bersaing di dalam pasar tenaga kerja global. Untuk itu, dibutuhkan suatu aturan yang dapat merangkul semua yang hanya dapat dilakukan oleh omnibus law," kata Fajrie.
Meski Fajrie mengakui penyusunan omnibus law akan memerlukan biaya tinggi, namun hal tersebut cukup pantas karena akan menjadi solusi atas tumpang tindih regulasi di Indonesia secara cepat, efektif dan efisien.
Untuk itu, Noer Fajrieansyah mengingatkan 3 poin pada pembahasan RUU Omnibus Law yang akan dilakukan oleh DPR dan Pemerintah.
Pertama, pembahasan harus dilakukan secara cermat dan teliti karena dampaknya ketika sudah disahkan akan mencabut Undang-Undang yang sudah ada.
Kedua, kata dia, pembahasan RUU Omnimbus Law dilakukan dengan memenuhi asas keterbukaan dan partisipasi masyarakat.
Dan ketiga, lanjut Fajrie. meminta pembahasan tidak dilakukan secara tergesa-gesa dan memperhatikan masukan dari seluruh stakeholder terkait.
"Kami anak muda seluruh Indonesia yang direpresentasikan oleh KNPI berharap Puluhan undang-undang yang menghambat penciptaan lapangan kerja langsung direvisi sekaligus bagi kepentingan bangsa dan Rakyat Indonesia. Puluhan undang-undang yang menghambat pengembangan UMKM juga akan langsung direvisi sekaligus," ujar Fajrie.