News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

AICE Klaim Beri Tunjangan Rp 700 Ribu pada Karyawan, Juru Bicara Serikat Buruh: Kebohongan Besar

Penulis: Widyadewi Metta Adya Irani
Editor: Pravitri Retno W
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Pabrik kedua PT Aice Ice Cream Jatim Industry, di Mojokerto, JawaTimur.

TRIBUNNEWS.COM - Manajemen Aice Indonesia, PT Alpen Food Industry (AFI) menjawab isu mogok kerja sekitar 600 buruh es krim Aice yang dilakukan sejak 21 Februari 2020.  

Dilansir Kontan.id, Serikat Gerakan Buruh Bumi Indonesia (SGBBI) mengajukan tuntutan kenaikan upah di tahun 2019 sebesar 15% dari sales di tahun 2018.

Tuntutan tersebut diajukan dengan alasan supaya upah yang diberikan lebih manusiawi.

Berdasarkan rumus yang diajukan oleh buruh, upah yang diminta adalah sebesar Rp 11.623.616.

Namun, PT AFI menolak usulan tersebut dan menawarkan formula lain.

Legal Corporate PT AFI, Simon Audry Halomoan Siagian (tengah) bersama tim dari PT AFI (es krim Aice) ketika ditemui di kawasan Senayan, Jakarta Selatan, Kamis (27/2/2020).(KOMPAS.com/Nabilla Tashandra)

PT AFI pun mempersilakan SGGBI untuk mempertimbangkan pemberian bonus di 2019.

Namun, dalam surat kronologis, PT AFI menegaskan perusahaan bukan menjanjikan bonus di 2019.

Akhirnya berdasarkan rumus yang diajukan oleh SGBBI, upah yang diminta para buruh sebesar Rp 8.031.668,61 ditambahkan bonus di 2019.

Baca: Peneliti LIPI: Omnibus Law Cipta Kerja Jelas-jelas Rugikan Buruh

Lagi-lagi, mengenai hal ini, PT AFI menegaskan perusahaan tidak pernah menawarkan bonus di 2019.

Kemudian, pada 19 Desember 2019, bersama dengan mediator, PT AFI menawarkan usulan kenaikan gaji tahun 2020.

Adapun hasil dari formula yang baru ini diklaim ada kenaikan yang didapat oleh karyawan dengan jabatan terendah dan masa kerja di atas satu tahun dengan dibandingkan dengan tahun 2019 adalah mencapai ±9%.

Dalam hal pekerja masuk terus menerus dalam 1 bulan, maka pekerja akan mendapatkan tambahan pemasukan melalui tunjangan mencapai ± Rp. 700.000,- atau ± 16,8% dari gaji pokok.

Menurut PT AFI, kenaikan tersebut sudah sangat rasional dan melebihi ketentuan normatif.

Legal Corporate Alpen Food Industry, Simon Audry Halomoan Siagian, menuturkan PT AFI terus memberikan informasi dan klarifikasi serta meminta arahan dan bimbingan dari regulator dan pemangku kepentingan agar tercapai kesepakatan yang memiliki dampak positif.

Baik bagi perusahaan maupun rekan-rekan yang terdampak dari kebijakan perusahaan.

Tanggapan Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan

Juru Bicara Serikat Buruh Demokratik Kerakyatan (F-SEDAR) Sarinah menyebut klaim pemberian bonus Rp 700 ribu per bulan dari PT AFI merupakan kebohongan besar.

Untuk diketahui, Buruh SGBBI PT AFI merupakan anggota F-SEDAR.

"Ini kebohongan besar banget, menurut kami, dari AICE ya," kata Sarinah saat dihubungi Tribunnews.com pada Jumat (28/2/2020) siang.

Sarinah mengatakan, pemberian tambahan gaji senilai Rp 700 ribu per bulan tersebut hanya akan diterima buruh yang masuk secara penuh.

Sementara itu, menurut Sarinah, bonus tersebut berasal dari uang makan, transport, hingga tunjangan kehadiran.

Baca: Apindo: Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja Bukan Cuma Soal Buruh dan Pengusaha

Sarinah menuturkan, jumlah Rp 700 ribu itu bersumber dari uang makan Rp 15.000,- per hari yang dikalikan 26 hari kerja.

Kemudian ditambah dengan uang transport senilai Rp 5.000,- serta tunjangan kehadiran Rp 200 ribu.

"Tunjangan kehadiran ini bisa diambil kalo pekerja 100 persen hadir tanpa sakit, tanpa izin, tanpa alfa," lanjut Sarinah.

"Jadi kalau misal sakit, walaupun punya surat keterangan dokter, Rp 200 ribu itu tetap nggak bisa diambil itu sistemnya," terangnya.

Menurut Sarinah, pemberian tunjangan kehadiran senilai Rp 200 ribu itu mustahil diberikan jika terdapat persyaratan kehadiran penuh.

Pasalnya, ia menilai buruh tidak mungkin dapat memenuhi kehadiran 100 persen dalam satu bulan dengan tuntutan pekerjaan yang berat.

"Rp 700 ribu itu nggak ada, kan Rp 200 ribu nggak bisa diambil kalau sakit," kata Sarinah.

"Dalam satu bulan kan super sekali orang dalam kondisi kerja target tinggi kemudian bisa pegang dua mesin terus nggak sakit satu bulan, kan itu nggak masuk akal, orang pasti capek," sambungnya.

"Terus masalah pemberian Rp 15 ribu per hari itu kan uang makan, bukan gaji namanya," tambah Sarinah.

Sarinah pun menyebut angka tersebut merupakan bentuk manipulasi dari pihak AICE.

Baca: Sembilan Alasan Buruh Tolak Omnibus Law

"Itu menurut kami manipulasi yang dilakukan AICE di publik," kata Sarinah.

Lebih lanjut, Sarinah juga menyebut kenaikan upah sebesar 9% tersebut tidak dapat diklaim sebagai kenaikan upah yang diberikan pihak AICE.

Menurutnya, kenaikan tersebut berdasarkan kenaikan UMK yang ditetapkan oleh pemerintah.

"Terus juga upahnya kan Rp 4,5 juta sekarang, sedangkan UMK (Kabupaten Bekasi) itu sekitar Rp 4.498.000,-, yang saya tekankan, perusahaan merasa menaikkan upah sebanyak 9% itu tidak benar, yang terjadi perusahaan hanya menaikkan Rp 35.000,-," kata Sarinah.

"Kenapa bisa naik 9% itu karena pemerintah menaikkan UMK, tapi AICE merasa menaikkan upah, padahal yang menaikkan pemerintah," sambungnya.

Diberitakan Kontan.id sebelumnya, Legal Corporate Alpen Food Industry, Simon Audry Halomoan Siagian, menyatakan AFI  mengharapkan pihak dari SGBBI AFI dapat mengikuti anjuran yang diberikan oleh mediator.

Baca: Kronologi Karyawan SPBU Ditangkap Karena Penyalahgunaan Narkotika, Polisi Temukan Barang Bukti Ini

"Perusahaan memiliki kebijakan dalam pemberian upah AFI telah mengikuti regulasi yang ada. Adapun setiap kebijakan yang ditempuh dalam menentukan kenaikan anggaran gaji mengacu dan sudah mengikuti kepada ketentuan pengupahan," jelasnya, Kamis (27/2/2020).

Dalam hal ini, Sarinah mengatakan perusahaan secara sepihak langsung menjalankan anjuran tanpa membuat kesepakatan dengan serikat pekerja.

"Padahal, seperti dalam PP No. 78 Tahun 2015, kesepakatan upah itu dirundingkan, harus ada kesepakatan dengan pekerja juga," tuturnya.

Sarinah pun menyebut anjuran tersebut dibuat tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

"Karena mediator dalam memberikan anjuran itu hanya mengundang sebanyak serikat pekerja satu kali, dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor 17 Tahun 2014, seharusnya tiga kali," terangnya.

Baca: Buruh Ancam Mogok Massal Jika Terdapat Unsur Merugikan dalam RUU Cipta Lapangan Kerja

Sarinah pun membantah apabila mogok kerja yang dilakukan hanya mempersoalkan upah.

"Perusahaan selalu menuduh kami, kami minta upah Rp 8 juta, itu nggak bener, saya bisa nunjukkin dalam surat terakhir," kata Sarinah.

"Terakhir itu kita udah mengajukan kompromi agar upah ini kembali saja sebelum KBLI diubah yaitu cuma dengan selisih sekitar Rp 280 ribu sampai Rp 300 ribu, nah tapi perusahaan kan nggak.

Perusahaan di media selalu ngomong kayak 'mereka minta 11 juta' itu nggak bener, kita selalu turun, turun, dan turun tapi mereka tidak pernah peduli kondisi kerja," sambungnya.

(Tribunnews.com/Widyadewi Metta) (Kontan.id/Arfyana Citra Rahayu) 

Sebagian artikel ini telah tayang di Kontan.id dengan judul 'Begini penjelasan manajemen es krim Aice Indonesia soal aksi mogok kerja buruhnya'

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini