News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Benarkah Indonesia Bebas Virus Corona? Ini Penjelasan Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman

Penulis: Arif Fajar Nasucha
Editor: Ayu Miftakhul Husna
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Data Virus Corona (COVID-19) per Senin (2/3/2020) pukul 09.30 WIB

TRIBUNNEWS.COM - Kepala Lembaga Biologi Molekuler Eijkman memberikan penjelasan apakah benar jika Indonesia bebas dari virus corona?

Mengutip Thewuhanvirus.com, Senin (2/3/2020) pukul 09.30 WIB, jumlah kasus infeksi virus corona (Covid-19) saat ini berjumlah 88.983, sementara jumlah kematian sebanyak 3.030 dan dinyatakan sembuh 45.028 orang.

Saat ini telah ada sebanyak 67 negara terdampak virus corona (COVID-19) tidak termasuk Indonesia.

Benarkah Indonesia Bebas dari virus corona?

Amin Soebandrio (YouTube/metrotvnews)

Kepala lembaga Biologi Molekuler EIJKMAN, Prof Amin Soebandrio memberikan alasan kenapa hingga saat ini COVID-19 tidak masuk Indonesia.

"Menggunakan istilah lebih tepat, bisa kita perlihatkan sekarang dari yang diuji belum ada yang positif," kata Amin yang Tribunnews kutip dari siaran YouTube metrotvnews, Senin (2/3/2020).

Baca: Isu Virus Corona di Jakarta Merebak, Anies Baswedan Pastikan Belum Ada Pasien Positif, Ini Faktanya

Baca: Dampak Corona, Ini Daftar Kejuaraan Olahraga di Luar China yang Ditunda atau Dibatalkan

Amin menjelaskan bahwa saat ini tidak bisa dipastikan virusnya sudah masuk atau belum.

Karena itu berdasarkan pada deteksi mereka yang sudah masuk dalam kategori suspek.

"Artinya mereka yang muncul gejala, kemudian ada riwayat kontak itu yang diuji," jelasnya.

Amin menjelaskan sejauh ini sekira 150-an orang yang telah diuji, dilaporkan oleh kementerian kesehatan belum ada yang positif.

Terkait teknik pengujian, Amir mengungkapkan teknik yang digunakan oleh Kementerian Kesehatan mengklaim sudah sesuai standar WHO dan memenuhi persyaratan serta memiliki akurasi tinggi.

"Ya tentu kita harus percaya terkait apa yang dilakukan," jelasnya.

Sementara pada lembaga EIJKMAN, Amin menjelaskan di lembaga yang diketuainya telah menggunakan teknologi yang memang diterapkan di semua negara.

"Bahkan kami menggunakan lima protokol untuk mendeteksi," jelasnya.

Meski demikian, Amin menjelaskan lembaganya sampai saat ini belum memeriksa kasus-kasus suspek.

Baca: Proses Evakuasi 69 WNI Kru Kapal Diamond Princess, 8 Orang Lainnya Positif Virus Corona

Baca: Kembali Melemah, Rupiah dalam Bayang-bayang Corona

Amin menjelaskan regional kita tidak bisa diibarkan sebagai kotak-kotak yang punya batas.

Menurutnya, Malaysia, Singapura, Filipina, Australia, dan Indonesia itu tidak ada batasnya untuk virus.

"Virus tidak perlu pasport untuk keluar masuk negara, namun bisa kita lihat di masing-masing negara tidak semua kena."

"Artinya, misal di Malaysia ada beberapa belas yang kena, namun jutaan tidak kena," jelasnya.

Ungkapnya, jika mereka bisa menerima penduduk lain tidak tertular, kenapa tidak bisa menerima jika Indonesia juga tidak bisa tertular.

Selain itu, Amin menjelaskan alasan cepatnya penyebaran virus corona.

Menurutnya, virus ini memiliki dua karakteristik yang berbeda dengan virus SARS sebelumnya.

Amin menuturkan, virus corona lebih cepat menular, namun secara klinis tidak seberat SARS atau MERS.

"Kenapa cepat menyebar, karena waktu menular, sebagian besar orang yang terpapar tidak sakit.

"Sebagian lagi sakit tapi ringan, hampir seperti flu biasa," jelasnya.

Menurutnya, kelompok tersebut masih bisa berpergian atau melakukan kontak tanpa indikasi untuk diperiksa karena tidak ada gejala dan riwayat kontak yang tidak bisa dilacak.

"Jadi mereka tidak terindikasi untuk diperiksa," tuturnya.

Baca: Antisipasi Penyebaran Virus Corona, Karyawan di Bursa Saham New York Bakal Bekerja dari Rumah?

Baca: Ahli Golongkan Usia Tua Rentan Meninggal Karena Virus Corona, Indonesia Tak Miliki Kebijakan Jelas

Ia juga menjelaskan terkait orang yang terinfeksi virus corona namun tidak menimbulkan gejala.

"Ada tiga faktor untuk menimbulkan gejala, tergantung dosis, virulensi, dan kekebalan tubuh."

"Jika yang masuk ke seseorang dosis atau virulensinya tidak tinggi dan kekebalannya cukup bagus, maka dapat dikatakan dia tidak memunculkan gejala," jelasnya.

Menurutnya, seseorang tersebut masih bisa berpergian dan orang tersebut berpotensi untuk menularkan ke orang lain.

"Saat ini yang diamati, seseorang bisa menularkan tidak harus sakit," jelasnya.

Mencermati laporan dari China, Amin menjelaskan, kesembuhan itu lebih mengutamakan sistem kekebalan.

"Kekebalan itu harus dibangun, untuk memperbaiki kerusakan-kerusakan organ, jika ada," jelasnya.

Menurutnya, untuk penderita yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik, selama satu periode maka bisa sembuh.

(Tribunnews.com/Fajar)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini