TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Duta besar India untuk Indonesia Pradeep Kumar Rawat, enggan bertemu dengan demonstran yang sebelumnya berdemo di depan kantornya, Jalan Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan.
Hal ini karena massa membakar bendera negaranya dalam aksi siang tadi.
"Jika Anda harus melakukan sesuatu, melakukan A, lalu mengancam. Kalau Anda tidak melakukan A, apakah mereka misalnya orang India atau negara lain berhak membakar bendera Anda? Apakah itu bisa dijustifikasi sebagai sesuatu hal yang benar?" kata Pradeep saat ditemui di kantornya, Jumat (3/6/2020).
Maka dari itu, Pradeep enggan berkonfrontasi dengan para demonstran.
Baca: Demo PA 212 di Kedubes India: Mulai Bakar Bendera hingga Desak Pemerintah Putus Hubungan Diplomasi
Baca: Demo di Kedubes India, Ini Enam Tuntutan yang Disampaikan Peserta Aksi
Terkait isu kekerasan umat Islam di India yang dibawakan demonstran, dia enggan menanggapi dengan panjang.
Menurut dia, India negara pruralis dan sangat menghargai perbedaan. Dia mengklaim umat muslim diterima baik oleh masyarakat India.
"Jumlah umat muslim dari 35 juta ke 200 juta. Dari 9 persen jumlahnya ke 14 persen. Ketika dikatakan diskriminasi, kita pernah punya 3 presiden muslim. Apakah itu bukti diskriminasi untuk kalian?" ucap dia.
Sebelumnya, massa demonstran yang terdiri dari Front Pembela Islam (FPI) dan Persaudaraan Alumni 212 membakar bendera India saat demonstrasi hari ini, Jumat (3/6/2020).
Mereka membakar bendera lantaran kecewa tidak bisa bertemu dengan pihak kedutaan besar.
Dalam aksinya, massa menuntut Kedutaan Besar India untuk hengkang dari Indonesia.
Mereka juga meminta pemerintah Indonesia untuk memutuskan hubungan diplomatik dengan India.
"Pergi dari ibu Pertiwi (Indonesia). Putuskan hubungan diplomatik dengan India. Hengkanglah kedutaan besar India di Indonesia," teriak orator.
Massa juga menekan pemerintah India untuk menghentikan tindak kekerasan.
"Kedutaan Besar India harus keluarkan maklumat atas kekerasan. Kalau tidak kami akan usir kalian," kata orator lainnya.
Kerusuhan sebelumnya berlangsung di ibu kota New Delhi dan menewaskan hingga 42 orang.
Sebelumnya, bentrokan itu terjadi pada Minggu (23/2/2020), dan mengalami eskalasi ketika Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump berkunjung selama dua hari.
Para korban tewas kerusuhan India tidak hanya terjadi dari kalangan warga sipil, tetapi juga polisi yang tengah menjaga keamanan.
Ketegangan itu dipicu UU Kewarganegaraan kontroversial, Citizenship Amendment Act (CAA) yang disahkan oleh pemerintah pada 2019.