TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron tak membantah karut marut tata kelola Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi merugikan keuangan negara.
Apalagi karut marut itu membuat BPJS mengalami defisit triliun rupiah setiap tahunnya.
Demikian diungkapkan Nurul Ghufron saat memaparkan hasil kajian tata kelola dana jaminan sosial (DJS) kesehatan, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (13/3/2020) malam. Hasil kajian KPK, BPJS pada 2018 mengalami defisit Rp12,2 triliun.
"Apakah defisit menyangkut juga potensi kerugian negara, iya jelas, karena iuran BPJS itu menggunakan mengumpulkan uang rakyat dengan regulasi peraturan perundang-undangan UU JKN kemudian penggunaannya adalah penggunaan dalam perspektif uang publik, karena itu KPK masuk concern itu dalam rangka itu, karena Rp12,2 triliun itu tidak tercover toh nanti akhirnya juga minta ke APBN," ungkap Ghufron.
Baca: Jokowi Minta Masyarakat Berperan dalam Mencegah Penyebaran Corona
Terkait hal itu, kata Ghufron, KPK turut mengawal. Ditegaskan Ghufron potensi kerugian negara akan membengkak jika karut marut itu tak segera diselesaikan.
"Apakah ini benar kurang, jangan-jangan kurangnya karena inefisien dalam proses pelaksanaan pemberian jaminan kesehatannya, karena tidak terverifikasi pesertanya, kemudian overpayment atau fraud di lapangan. Artinya hal itu adalah bagian dari mekanisme yang perlu diperbaiki. kalau tidak diperbaiki tentu efeknya pada kerugian negara," tegas dia.
Dibeberkan Ghufron, penyebab defisit Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) merupakan paduan antara permasalahan pada aspek penerimaan dan pengeluaran BPJS kesehatan. BPJS Kesehatan dinilai tak efektif melakukan pembatasan pengguna jasa.
"Pembatasan manfaat yang ada cakupannya terlalu sempit, tidak dapat menjadi instrumen untuk pengendalian biaya dalam pengelolaan JKN dan memberikan dampak negatif," kata Ghufron.
Pemborosan pembayaran pada standar rumah sakit juga menjadi penyebab terjadinya defisit. Dicontohkan Ghufron, ada rumah sakit yang mengklaim pembayaran tak sesuai dengan layanan yang diberikan.
"Pembayaran pasien yang dirawat di ruang perawatan kelas 3, namun pihak rumah sakit mengklaim sebagai pembayaran ruang kelas 2. Pembayarannya jadi lebih tinggi," ucap Ghufron.
Selain itu, KPK menyebut permasalahan juga ada pada peserta mandiri. Ghufron menyebut sejumlah peserta menggunakan layanan JKN tapi menunggak iuran.
Baca: 20 Orang dari 2.016 Penderita Demam berdarah di Jatim Meninggal, Khofifah Tegaskan Belum KLB
"Ada permasalahan moral hazard dan adverse selection pada peserta mandiri. Sejumlah peserta menggunakan layanan JKN kemudian tidak membayar iuran," ujar Ghufron.
Dikatakan Ghufron, menaikan iuran BPJS bukan solusi jika inefisiensi masih tetap terjadi. "Belum tentu dianikan iuran dapat menjadi solusi defisit BPJS," tegas Ghufron.
Sementara itu, Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan juga tak membantah, karut marut tata kelola BPJS membuka lebar peluang terjadinya korupsi. Termasuk peluang terjadinya korupsi di lapangan.