Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahrawi mengaku terdapat sejumlah anggaran di Kemenpora yang dibuat tanpa sepengetahuan dirinya.
Dia mengungkapkan hal tersebut pada saat sidang perkara suap dana hibah Kemenpora kepada Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Pusat atas nama terdakwa Imam Nahrawi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (18/3/2020).
Salah satu diantaranya terdapat dana pinjaman dari KONI senilai Rp 7 Miliar untuk menyelesaikan kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan dana dari Kemenpora ke KONI.
Baca: Antisipasi Virus Corona, Kenali Suhu Normal Tubuh Manusia
Adanya pinjaman uang senilai Rp 7 Miliar itu diungkap politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu pada saat membacakan berita acara pemeriksaan (BAP) atas nama Kepala Bagian Keuangan KONI Eny Purnawati.
Lalu, Imam membacakan BAP tersebut
“Ibu (Eny Purnawati,-red) mengatakan di sini saya diberitahu oleh saudara Johnny Awuy (Bendahara KONI,-red), KONI Pusat memiliki pinjaman Rp 7 Miliar untuk menyelesaikan kasus di Kejaksaan?” tanya Imam kepada Eny di persidangan.
Eny mengakui keterangan di BAP tersebut. Namun, dia mengaku tidak mengetahui darimana pinjaman uang tersebut.
“Saya tidak tahu. Saya hanya diinformasikan saja,” jawab Eny.
Di persidangan, Eny mengungkapkan telah dua kali diperiksa oleh pihak Kejaksaan terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi bantuan dana dari Kemenpora ke KONI.
Baca: Deretan Fakta Pasien Pertama Virus Corona di Wuhan, Identitasnya Terungkap
Eny mengaku dimintai keterangan bersama dengan Johnny Awuy dan Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy oleh pihak Kejaksaan Agung.
“Seingat saya bantuan dari Kemenpora kepada KONI dari tahun 2017,” ungkap Eny.
Setelah mendengarkan keterangan Eny, Imam mengaku akan mengungkap aliran dana tersebut.
“Nanti akan kami tanyakan ke Mbak Lina (Wakil Bendahara KONI Lina Nurhasanah,-red) pinjaman Rp 7 Miliar,” ujar Imam.
Selama menjabat sebagai Menpora, Imam mengaku terdapat sejumlah pengeluaran Kemenpora untuk dana bantuan yang tidak dilaporkan.
Salah satunya dana pengawasan dan pendampingan yang diterima KONI pada tahap pertama, yakni Rp 30 Miliar.
“Ini yang saya ketahui ketika rapat di wapres yang saya ketahui hanya Rp 25 Miliar anggaran ini dan itu diakui pak Tono Suratman (Ketua KONI,-red) Dan ini dicairkan Rp 30 Miliar. Berarti cairnya pun tanpa sepengetahuan menteri,” tutur Imam.
Padahal, dia menambahkan, di setiap pengeluaran anggaran ada tim verifikasi.
“Disitu berlaku tim verifikasi seperti di KONI ada tim verifikasi setiap pengeluaran anggaran,” tambahnya.
Untuk diketahui, mantan menteri pemuda dan olah raga (Menpora RI) Imam Nahrawi, didakwa menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.
Imam Nahrawi didakwa bersama-sama dengan Miftahul Ulum meminta uang tersebut untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.
Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.
Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.
Atas perbuatannya, Imam Nahrawi didakwa melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Selain itu, Imam Nahrawi didakwa menerima gratifikasi berupa uang sejumlah Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.
Perbuatan Terdakwa tersebut merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.