Laporan Wartawan Tribunnews.com, Vincentius Jyestha
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Utama Rumah Sakit Penyakit Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso dr Mohammad Syahril angkat bicara perihal wacana rapid test terkait virus corona.
Syahril berpandangan tes swab--pemeriksaan cairan tubuh untuk menentukan seseorang terjangkit virus corona atau tidak--tidak dapat dilakukan kepada semua orang.
Dia berpedoman kepada peraturan dari World Health Organization (WHO).
Dimana ada kriteria yang harus dimiliki untuk seseorang dapat melakukan pemeriksaan swab.
"Sampai dengan hari ini pedoman dari kesehatan WHO, kita tidak bisa melakukan langsung kepada semua orang yang ingin diperiksa swab. Ada kriterianya," ujar Syahril, di RSPI Sulianti Saroso, Sunter, Jakarta Utara, Rabu (18/3/2020).
Namun, Syahril tak menjelaskan apa saja kriteria yang harus dimiliki untuk melakukan pemeriksaan swab tersebut.
Dia hanya mencontohkan bahwa pemeriksaan swab tak bisa dilakukan secara langsung seperti para wartawan istana yang menyambangi beberapa rumah sakit rujukan dari pemerintah.
"Kemarin pun ada 20 wartawan dari istana itu berbondong-bondong, ternyata tidak ada yang perlu dilakukan pemeriksaan swab," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, pemerintah terus mengupayakan mengkaji metode pemeriksaan rapid test untuk mendeteksi secara cepat virus corona (Covid-19) pada diri seseorang.
Baca: Pemerintah Mulai Kaji Metode Rapid Test Tangkal Penyebaran Virus Corona
Baca: 5 Fakta Sirajuddin Mahmud, Sosok Pacar Baru Zaskia Gotik,Terungkap Sumber Finansial dan Hobinya
Juru Bicara (Jubir) Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona (Covid-19) Achmad Yurianto mengatakan, rapid test akan dilakukan dengan pengambilan sampel darah pasien positif virus corona.
"Kami tadi rapat untuk mulai melakukan kajian terkait dengan rapid test seperti yang dilaksanakan di negara lain, perlu dipahami rapid test ini memiliki cara yang berbeda dengan cara yang selama ini kami gunakan," kata Achmad Yurianto, di Kantor BNPB, Jakarta, Rabu (18/3/2020).
"Karena tes akan menggunakan spesimen darah tak menggunakan apusan tenggorokan, tapi menggunakan serum darah yang diambil dari darah," tambahnya.
Yurianto menjelaskan, keuntungan menggunakan metode itu ialah proses pemeriksaan tidak membutuhkan saran laboratorium pad abio security level dua.
Artinya, kata Yurianto, pemeriksaan bisa digunakan di hampir semua laboratorium kesehatan yang ada di semua rumah sakit di seluruh Indonesia.
"Hanya masalahnya bahwa yang diperiksa immunoglobulin-nya maka kita butuh reaksi immunoglobulin dari seseorang yang terinfeksi paling tidak seminggu karena kalau belum seminggu terinfeksi atau terinfeksi kurang dari seminggu pembacaan immunoglobulin-nya akan menampilkan gambaran negatif," ucap Yuri.
Baca: 18 Istilah Penting Soal Virus Corona, Apa Itu Social Distancing, Lockdown, hingga ODP?
Baca: Peserta Ijtima Asia 2020 Dipulangkan, Istana: Presiden Jokowi Ucapkan Terima Kasih
Meski demikian, Yurianto tetap meminta masyarakat melakukan kebijakan pemerintah yakni melakukan isolasi diri di dalam rumah demi memutus rantai penyebaran virus corona.
"Kita harus memaknai kasus positif dari pemeriksaan rapid ini dimaknai bahwa yang bersangkutan memiliki potensi untuk menularkan penyakitnya pada orang lain. Maka, itu paling penting bagaimana melakukan isolasi diri. Petunjuk pedoman sudah kita buat, tahapan ini perlu sosialisasi," kata dia.
"Kami harap masyarakat semakin tenang, semakin memahami apa yang harus dilakukan dalam penanganan ini," jelasnya.