TRIBUNNEWS.COM - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan, pemerintah akan membebaskan 30 ribu narapidana kasus umum untuk mencegah penyebaran virus corona di dalam lembaga pemasyarakatan.
Keputusan tersebut telah disetujui oleh Presiden Jokowi dalam rapat terbatas yang digelar pekan lalu.
Pemerintah mempertimbangkan hal tersebut karena adanya kapasitas berlebih di lapas napi kasus umum.
"Keputusan untuk memberi remisi atau pembebasan bersyarat, itu diputuskan dalam rapat kabinet terbatas (ratas)."
"Di situ disetujui presiden, karena lapas kita yang berjubelan, untuk membebaskan sebanyak mungkin orang yang memang layak," ujar Mahfud MD, dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu (8/4/2020).
Dalam ratas tersebut, Jokowi dan para menteri kabinet Indonesia maju tidak membahas adanya remisi untuk para koruptor, teroris, ataupun bandar narkoba.
"Cuma tidak bicara yang khusus seperti korupsi, terorisme, dan bandar narkoba."
"Sejak awal itu dikecualikan dalam PP, itu tak masuk," jelasnya.
Baca: Sebut Pembebasan Napi Sudah Rencana Lama, Mahfud MD Puji Yasonna Laoly Bisa Manfaatkan Virus Corona
Baca: Singgung Wacana Pembebasan Napi dari Yasonna, Mahfud MD: Saya Sudah Lama Berpikir Itu
Baca: Soal Sosok yang Usulkan Pembebasan Napi Koruptor, Mahfud MD: Banyak yang Bisa Disebut Kalau Saya Mau
Ia dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly sudah berkoordinasi terkait napi kasus korupsi tersebut.
"Saya sudah konsultasi dengan Pak Yasonna bahwa tidak ada rencana itu."
"Betul, presiden minta Menkumham untuk melepas napi, tapi jangan koruptor, jangan bandar narkoba," ungkap dia.
"Kasian juga (pada napi koruptor) tapi jangan saat corona ini lah, nanti saja kalau corona sudah lewat, tidak dalam konteks ini," imbuh Mahfud MD.
Muncul Wacana setelah Rapat dengan Komisi III
Dalam acara yang sama, sebelumnya Yasonna Laoly menyampaikan, dirinya tak pernah bicara soal pembebasan narapidana korupsi kepada Presiden Jokowi.
Setelah Jokowi menyetujui adanya pembebasan 30 ribu napi umum untuk pencegahan virus corona, Yasonna mengeluarkan peraturan menteri.
Ia lalu melakukan rapat dengan anggota Komisi III DPR RI untuk melaporkan keputusan tersebut.
"Tapi setelah disetujui, kami langsung mengeluarkan Permen Nomor 10, besoknya saya rapat dengan Komisi III apa yang kami putuskan," ujar Yasonna Laoly, dikutip dari YouTube Indonesia Lawyers Club, Rabu.
Baca: Di ILC, Refly Harun Kritik Yasonna Laoly hingga Singgung Jubir Jokowi: Fadjroel Rachman Jangan Marah
Baca: Wacana Yasonna Bebaskan Napi Koruptor Jadi Sorotan, Jokowi Tegaskan Tak Pernah Membahasnya di Rapat
Baca: Dituding Provokatif oleh Yasonna, Ini Balasan Menohok Najwa Shihab Soal Wacana Pembebasan Koruptor
Yasonna berujar, ada anggota Komisi III yang mempertanyakan soal napi korupsi yang tidak ikut dibebaskan.
"Beberapa teman di Komisi III bertanya kenapa diskriminatif? kenapa tidak sesuai napi yang lain?"
Saya bilang, kalau masuk napi tertentu kita harus revisi PP (peraturan pemerintah)," jawabnya.
Menurutnya, sejumlah pihak sudah memberikan tuduhan, padahal pihaknya belum berencana merevisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan.
"Tapi belum diputuskan, sudah ditangkap oleh publik kita akan melepas napi tipikor dan lain-lain," ujarnya.
"Presiden sudah mengatakan, tidak ada revisi PP," lanjut Yasonna.
Ia mengatakan, ada keinginan untuk membebaskan napi korupsi yang sudah berusia lanjut, karena dasar kemanusiaan.
Namun, rencana ini belum dilaporkan ke Presiden Jokowi, baru ia sampaikan saat rapat dengan Komoisi III.
"Tetapi mungkin standar hidup dan kehidupan saya berbeda."
"Di lapas kami, yang perempuan ada 74 tahun sudah 2/3 hukuman, tinggal 6 bulan lagi untuk menyelesaikan hukuman."
"Saya bilang bagaimana kalau mereka yang uzur ini walaupun tindak pidana korupsi, kami belum melaporkan (ke Jokowi)," terang Yasonna.
Menurutnya, napi korupsi ini bisa menjalani masa hukuman di rumah saat Indonesia masih menghadapi pandemi virus corona.
"Keluarkan mereka dalam masa Covid-19, dikembalikan ke rumah tanpa mengurangi masa hukuman," ujarnya.
(Tribunnews.com/Nuryanti)