TRIBUNNEWS.COM - Staf khusus (stafsus) milenial Presiden Joko Widodo (Jokowi), Andi Taufan Garuda Putra, menjadi pusat perhatian setelah suratnya kepada camat dianggap tidak tepat.
Ada dua hal yang menjadi sorotan dalam surat tersebut.
Yang pertama, ia menandatangani surat dengan kop Sekretariat Kabinet.
Kedua, di dalam surat tercantum nama PT Amartha Mikro Fintek (Amartha) yang disebut akan berpartisipasi dalam program relawan desa melawan Covid-19.
Untuk diketahui, Andi Taufan lah sang pendiri dan CEO PT Amartha tersebut.
Ahli hukum tata negara dari Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta Agus Riewanto menjelaskan salah kaprahnya surat tersebut.
“Kalau dilihat dari posisi jabatan staf khusus presiden, dia tidak memiliki kewenangan dalam kop surat menyurat, itu milik Sekretaris Negara,” ungkap Agus kepada Tribunnews, Selasa (14/4/2020).
Baca: ICW Desak Jokowi Pecat Andi Taufan Garuda karena Diduga Ada Konflik Kepentingan
Agus menjelaskan, fungsi stafsus hanyalah sebagai penasihat presiden, baik diminta atau tidak.
"Staf khusus itu tidak mempunyai kewenangan eksekusi,” ungkapnya.
Agus menyebut, surat yang kini sudah dicabut tersebut memperlihatkan adanya klaim kewenangan eksekusi.
“Kalau dari surat itu kan memperlihatkan dirinya memiliki kewenangan melakukan eksekusi,” ungkap Agus.
Konten Berbahaya
Selain salah di bagian kop, Agus juga mengungkapkan konten surat tersebut berbahaya.
Menurut Agus, ada potensi konflik kepentingan.