TRIBUNNEWS.COM - Surat dengan Kop Sekretariat Kabinet RI yang ditandatangani Staf Khusus Presiden Republik Indonesia, Andi Taufan Garuda Putra, viral di media sosial.
Surat yang dikeluarkan tertanggal 1 April 2020 itu dikecam karena dianggap melampaui kewenangan dan tidak sesuai tata administrasi karena ditujukan langsung ke seluruh camat di Indonesia.
Dalam surat itu, Andi meminta kepada camat dan perangkat desa untuk mendukung pelaksaan program Relawan Desa Lawan Covid-19 yang diinisiasi Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi bersama PT Amartha Mikor Fintek (Amartha).
Program itu dilaksanakan di Jawa, Sulawesi, dan Sumatera.
Surat itu ditandatangani langsung oleh Andi Taufan dengan tembusan ke Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi.
Selain dinilai memotong kewenangan kepala daerah, surat itu juga dianggap memunculkan konflik kepentingan karena PT Amartha Mikor Fintek (Amartha) merupakan perusahaan milik Andi.
Keluarnya surat itupun menuai kecaman dari tokoh-tokoh politik dan pegiat ormas.
Mantan politikus Partai Demokrat, Roy Suryo, menilai apa yang dilakukan Andi sudah menunjukkan adanya konflik kepentingan dan memalukan institusinya sendiri.
"Ini jelas2 "Conflict of Interest" yg tidak bisa dibiarkan, Baru level StafSus begini sudah Abuse of Power.
Sebenarnya solusinya sangat mudah, Presiden @jokowi tinggal panggil saja Ybs kemudian Pecat, karena sudah Memalukan Institusinya, Selesai.
Kecuali ada "hal2 lain"," kritik Roy di akun Twitternya, @KRMTRoySuryo2.
Politikus Partai Demokrat, Ferdinand Hutahaean, mendesak Andi mundur dari posisinya sebaga Stafsus.
Hal ini karena apa yang dilakukan Andi dengan surat tersebut jelas-jelas salah meski niatnya baik.
"Yang harus anda ketahui wahai Andi Taufan, BERBUAT BAIK ITU TIDAK BOLEH DENGAN CARA YANG SALAH. Ini negara bukan bukan perusahaan pribadi anda..!!