TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memvonis pidana penjara selama 8 tahun dan denda Rp 1 Miliar subsider tiga bulan kurungan kepada mantan Direktur Utama PT Garuda Indonesia Emirsyah Satar.
Emirsyah terbukti bersalah menerima suap pengadaan proyek di PT Garuda Indonesia dari pihak Rolls-Royce Plc, Airbus, Avions de Transport Régional (ATR) melalui PT Ardyaparamita Ayuprakarsa milik Soetikno Soedarjo, dan Bombardier Kanada.
Selain itu, Emirsyah juga dinyatakan bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang.
Upaya itu dilakukan dengan cara menyembunyikan atau menyamarkan hasil tindak pidana korupsi berkaitan dengan jabatan terdakwa sebagai Direktur Utama PT Garuda Indonesia.
Putusan perkara Nomor : 121/Pid.Sus-TPK/2019/PN.Jkt. Pst tanggal 08 Mei 2020 itu dibacakan Rosmina, ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Jumat (8/5/2020).
“Menyatakan menghukum pidana penjara selama 8 tahun dan denda sebesar Rp 1 Miliar subsidiair selama 3 bulan kurungan,” kata Rosmina, ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada saat membacakan putusan, Jumat (8/5/2020).
Emirsyah juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 2.117.315,27 dollar Singapura.
Jika, Emirsyah tidak membayar uang pengganti, maka yang bersangkutan akan dijerat pidana penjara selama 2 Tahun.
Emirsyah secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana korupsi sebagaimana dakwaan alternatif kesatu-pertama sebagaimana Pasal 12 huruf b Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 65 (1) KUHP.
Dan, terbukti bersalah melakukan tindak pidana pencucian uang sebagaimana Pasal 3 Undang-Undang tindak pidana pencucian uang juncto pasal 55 ayat 1 ke 1 dan pasal 65 (1) KUHP.
Atas perbuatan itu, Emirsyah menyatakan akan mempertimbangkan mengajukan banding.
Upaya banding juga dipertimbangkan Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi.