News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Iuran BPJS Kesehatan Naik

DPR Sebut Jokowi Abaikan Putusan Mahkamah Agung Soal Iuran BPJS Kesehatan

Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi BPJS Kesehatan. Iuran BPJS Kesehatan turun per 1 Mei 2020.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -  Anggota Komisi IX DPR Kuniasih Mufidayati menilai Presiden Joko Widodo atau Jokowi telah mengabaikan putusan Mahkamah Agung soal Iuran BPJS Kesehatan.

Kurniasih menjelaskan, putusan Mahkamah Agung hanya membatalkan ketentuan Pasal 34 dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019.

Baca: Iuran BPJS Naik, PKS Nilai Pemerintah Beri Contoh Buruk dan Tidak Peduli Terhadap Masyarakat

Sedangkan, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 mengatur banyak hal lainnya yang tidak diputuskan oleh Mahkamah Agung.

Alasan pembatalan Mahkamah Agung atas Pasal 34 Perpres 75/2019, karena pasal tersebut bertentangan dengan Undang-Undang SJSN dan Undang-Undang BPJS.

Di mana pada Pasal 2 UU SJSN menyatakan Sistem Jaminan Sosial Nasional diselenggarakan berdasarkan asas kemanusiaan, asas manfaat, dan asas keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Kemudian, Pasal 2 UU BPJS menyebutkan BPJS menyelenggarakan sistem jaminan sosial nasional berdasarkan asas kemanusiaan, manfaat dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

"Oleh karena itu, dalam rangka menjalankan putusan Mahkamah Agung maka Perpres 64/2020 haruslah tidak bertentangan dengan dua undang-undang di atas," ujar Kurniasih kepada Tribun, Jakarta, Rabu (13/5/2020).

Dalam hal ini, kata Kurniasih, Perpres Nomor 64 Tahun 2020 masih menggunakan persepsi dan logika yang sama dengan penerbitan Perpres 75/2019.

"Dengan demikian maka Perpres 64/2020 ini tetap belum menjalankan amar putusan Mahkamah Agung," ucap politikus PKS itu.

"Penerbitan Perpres ini bukan merupakan pelaksanaan amar putusan Mahkamah Agung, di mana apa yang diperintahkan oleh Mahkamah Agung untuk dilaksanakan tetap belum dilaksanakan," sambung Kurniasih.

Menurutnya, penjadwalan kenaikan dengan pemberian waktu tenggang, bukan merupakan jawaban atau pelaksanaan putusan Mahkamah Agung tersebut.

"Tetapi merupakan financial scheme dalam rangka kebijakan keuangan dan hanya berlandaskan pada sudut pandang ekonomi. Bukan perwujudan keadilan sosial, dan jaminan sosial dalam bidang kesehatan," paparnya.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini