News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kepada Hakim MK, Kivlan Zen Mengaku Dirugikan Diproses Hukum Gegara Miliki Senjata Api

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa kepemilikan senjata api ilegal dan peluru tajam, Kivlan Zen, mengenakan seragam purnawirawan, di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (22/1/2020).

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mahkamah Konstitusi menggelar sidang pendahuluan pengujian Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951 dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948 (UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951) tentang Senjata Api.

Sidang perkara nomor 27/PUU-XVIII/2020 digelar di Ruang Sidang Pleno Mahkamah Konstitusi, pada Rabu (13/5/2020).

Baca: Kivlan Zen Uji Materi UU Darurat tentang Senjata Api

Mahkamah Konstitusi menerapkan pola penjarakan fisik (physical distancing) sesuai arahan protokol kesehatan yang telah diatur Kementerian Kesehatan RI dan World Health Organization (WHO).

Dalam permohonan yang diajukan oleh Kivlan Zen yang merupakan purnawirawan TNI Angkatan Darat RI ini, Pemohon merasa dirugikan dengan berlakunya Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api.

Ketentuan pasal tersebut dinilai Pemohon bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28I ayat (2) UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

"Undang-undang ini belum pernah disahkan oleh DPR sejak 1951 sampai sekarang. Ini kerugian, karena berlakunya undang-undang sampai sekarang. Sudah tidak disahkan DPR dipakai pula sampai sekarang, saya merasa ada kerugian," kata Kivlan  Zen di persidangan.

Pasal Pasal 1 ayat (1) UU Senjata Api berbunyi:

“Barang siapa yang tanpa hak memasukkan ke Indonesia membuat, menerima, mencoba memperoleh, menyerahkan atau mencoba menyerahkan, menguasai, membawa, mempunyai persediaan padanya atau mempunyai dalam miliknya, menyimpan, mengangkut, menyembunyikan, mempergunakan, atau mengeluarkan dari Indonesia sesuatu senjata api, amunisi atau sesuatu bahan peledak, dihukum dengan hukuman matiatau hukuman penjara seumur hidup atau hukuman penjara sementara setinggi-tingginya dua puluh tahun.”

Sementara itu, Tonin Tachta Singarimbun, kuasa hukum Kivlan Zen mengatakan, kliennya selaku pemohon uji materi dalam sebuah kasus konkret telah ditangkap pada 29 Mei 2019 dengan sangkaan kepemilikan senjata api dan peluru ilegal.

Dalam proses hukum lanjutan, pemohon didakwa sebagai orang yang melakukan atau turut melakukan perbuatan pidana dan membantu melakukan tindakan pidana sehingga divonis pengadilan dengan Nomor Perkara 1113/Pid.Sus/2019/PN Jkt.Pst yang diputus pada 3 Maret 2020.

Tonin menjelaskan, pasal pada UU Senjata Api telah berakibat tidak memberikan kepastian hukum bagi Pemohon dan merugikan hak konstitusionalnya.

Karena pada penjelasan Pasalnya tidak ditemukan penjelasan, yurispridensi, atau turunannya mengenai kewenangan Penyidik dan Penuntut Umum dalam melakukan pemeriksaan pokok perkara atau sebelum menjatuhkan putusan sela terhadap eksepsi Pemohon.

Merunut pada keberadaan lahirnya norma ini, Pemohon berpandangan bahwa UU Senjata Api sebelumnya merupakan UU Darurat, yang pada intinya berhubungan dengan keadaan yang mendesak dan untuk kepentingan pemerintah dipandang perlu untuk mengadakan perubahan-perubahan.

“Dengan demikian apabila diteliti dasar konstitusi, maka hal tersebut tidak lagi relevan bagi perlindungan konstitusional Pemohon karena pengambilan potongan-potongan frasa pada pasal tersebut oleh Penyidik dan Penuntut Umum dapat saja dikaitkan dengan Pemohon,” kata Tonin.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini