Apalagi kata dia, keterlibatan TNI dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme ini dapat dilihat dalam tiga perspektif.
Pertama, sebagai bagian dari realitas keamanan pasca-perang dingin, dimana cara pandang keamanan menjadi meluas dan melebar yang mana menciptakan gap atau wilayah abu-abu yang harus segera dibagi habis agar mengurangi potensi konflik antar aktor keamanan.
Kedua, menjadi bagian dari efek gentar bagi pelaku teror dan kelompok radikal, karena tdk bisa lagi membenturkan institusi militer dan kepolisian terkait dengan peran dan fungsinya dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme.
"Hal yang membedakan keduanya adalah pada target ancaman dan pola operasi dari masing-masing peran yang melekat. Sejauh ini sebelum uu anti teror yang baru, pembagian perespon ancaman teror sdh dilakukan, misalnya pembebasan kapal dagang Sinar Kudus dari pelaku teror di Perairan Somalia misalnya," jelasnya.
Baca: BREAKING NEWS Update Corona 14 Mei 2020: Total 16.006 Kasus Positif, 3.518 Sembuh, 1.043 Meninggal
Ketiga, berbatas ruang dan waktu. Artinya dalam draft Perpres tersebut juga telah ditegaskan terkait batasan ruang dan waktu.
Hal ini temaktub dalam draft perpres tersebut.
"Meski masih ada kekhawatiran atas itu karena interpretasi atas isi dari draft Perpres tersebut, namun dengan penegasan adanya tim pengawas yang berlapis, saya kira draft tersebut layak untuk dipertimbangkan untuk disetujui menjadi perpres," jelasnya.
"Tak lain agar dapat menjadi landasan operasional tni terkait dengan pencegahan dan pemberantasan terorisme di Indonesia," lanjutnya.
Perpres TNI Berantas Terorisme Dianggap Tak Sesuai Mandat UU
Ketua SETARA Institute Hendardi menilai Rancangan Perpres tentang Tugas TNI menangani Aksi Terorisme sebagai ancaman supremasi hukum kontitusi negara.
Diketahui, draf R-Perpres tentang Tugas TNI dalam Mengatasi Aksi Terorisme dikirim Menteri Hukum dan HAM Yasonna H Laoly ke DPR RI pada 4 Mei 2020. Pengiriman draf itu bertujuan untuk memperoleh persetujuan DPR.
"Cara penyelundupan hukum yang diadopsi dalam R-Perpres adalah mengancam supremasi konstitusi, mengikis integritas hukum nasional dan mengancam kebebasan sipil warga," kata Hendardi dalam keterangan tertulis, Senin (11/5/2020).
Hendardi menjelaskan, Rancangan Perpres tersebut seyogyanya sebagai mandat Pasal 43I ayat 1, 2, dan 3 Undang-Undang (UU) Nomor 5 Tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Adapun rincian bunyi ketiga ayat tersebut adalah, ayat 1 menyebutkan tugas Tentara Nasional Indonesia dalam mengatasi aksi Terorisme merupakan bagian dari operasi militer selain perang.