TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Di tengah penanganan pandemi virus corona, pemerintah memberikan 'kejutan' dengan menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Keputusan yang tertuang dalam Perpres Nomor 64 Tahun 2020 itu langsung menuai kritik.
Tak sedikit masyarakat yang memprotes kenaikan iuran itu karena merasa kebijakan ini hanya menambah beban di tengah pandemi. Pemerintah juga nilai telah mengabaikan putusan MA yang membatalkan Perpres 75 Tahun 2019.
”Kalau dilarang oleh MA dalam putusannya karena sifat putusannya final dan mengikat, maka tidak boleh dan tidak patut Presiden mengabaikan putusan itu,” kata Direktur Pusat Studi Konstitusi (PUSaKO) Fakultas Hukum Universitas Andalas, Feri Amsari.
”Apalagi harus diingat karena sifatnya yang mengikat itu jangan sampai Presiden terpaksa mengakali putusan itu dengan dia ‘ya sudah, sebelumnya sudah dibatalkan, ini yang baru’, jangan begitu,” kata Feri.
Pihak Istana sendiri akhirnya angkat bicara mengenai alasan pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan di tengah wabah corona.
Plt Deputi II Kantor Staf Presiden, Abetnego Tarigan mengatakan, ada sejumlah pertimbangan diterbitkannya Perpres Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua Atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan, yang isinya menaikan tarif iuran BPJS untuk kelas I dan II.
Alasan pertama, yakni agar tidak terjadi kekosongan hukum setelah dibatalkannya Perpres Nomor 75/2019 oleh Mahkamah Agung.
"Pertama itu, karena sudah dicabut pasal itu oleh MA, kan tidak mungkin ada kekosongan hukum," katanya kepada wartawan Kamis (14/5/2020).
Namun demikian, kata Abetnego, MA tidak memutuskan bahwa iuaran BPJS dikembalikan ke awal saat membatalkan Perpres 75/2019.
"Bukan pasalnya yang dibatalkan. Harus diingat, MA bukan lembaga penentu tarif. Kemudian MA pasti tidak akan berupaya untuk melampaui kewenangannya dalam hal teknis jadi yang dibatalkan terkait dengan dilakukan penyesuaian," katanya.
Pertimbangan kedua, menurut dia, karena kondisi keuangan internal BPJS yang kian terpuruk. Sehingga upaya kenaikan iuran dinilai sebagai bentuk keberlanjutan. Dalam hal ini, jumlah kenaikan pun sudah dikoordinasikan bersama Kementerian Keuangan.
"Itu yang diinformasikan ke kami itu memang dengan angka segitu itu yang memang punya prospek sustainability, keberlanjutan soal iuran pengelolaan BPJS itu," kata Abetnego kepada wartawan, Kamis (14/5).
Selain itu, saat ini BPJS Kesehatan juga tengah fokus pada perbaikan layanan yang memang kerap dikeluhkan masyarakat. Sebenarnya dalam rencana kenaikan iuran sebelumnya juga menjadi alasan hal itu diusulkan. Namun karena sudah dianulir MA maka mereka melanjutkannya pada perpres 64 Tahun 2020.
"Kenaikan itu kan sebenarnya mempertimbangkan aspek itu (pelayanan), jadi ada yang memang di dalam penyesuaian itu juga ada tanggung jawab untuk memperbaiki layanan misalnya informasi rumah sakit pada waktu itu, kemudian digugat," jelasnya.