TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah tengah mempersiapkan skenario dan protokol kesehatan untuk memulai kenormalan baru (new normal) di tengah pandemi Covid-19.
Hal ini dilakukan untuk melindungi ekonomi Indonesia akibat adanya virus tersebut.
Di mana dengan adanya penerapan New Normal ini diharapkan roda perekonomian nasional bisa berjalan kembali.
Pakar Ekonomi dari Universitas Sebelas Maret Surakarta (UNS), Retno Tanding Suryandari menilai kenormalan baru ini belum sangat mendesak untuk diterapkan.
"New normal adalah kenormalan yang tidak normal, sebagai cara baru untuk beraktivitas."
"Kalau sangat, jawaban saya belum sangat mendesak (penerapan new normal)," ujar Retno saat dihubungi Tribunnews.com, Rabu (27/5/2020) pagi.
Kendati demikian ia mengatakan pemerintah dalam mengambil suatu kebijakan pasti sudah berdasarkan perhitungan yang tepat.
"Saat ini pemerintah saya perkirakan sudah menghitung kekuatan pelaku usaha di Indonesia dan masyarakat," sambungnya.
Lebih lanjut, Retno menuturkan kita semua perlu mempersiapkan diri dengan protokol massal yang diperlukan saat aktivitas ekonomi akhirnya dibuka kembali.
Meski ia mengakui bahwa persiapan ini tentunya memerlukan waktu yang tidak cepat.
"Persiapan ini akan memerlukan waktu."
"Perlu cek dan melihat apakah protokolnya sesuai dan bisa diterapkan, lalu apakah perlu modifikasi di lapangan, serta bagaimana reaksi masyarakat dan pelaku usaha."
"Saya rasa beberapa skenario sudah dibuat dan sedang akan diujicoba untuk melihat seberapa besar kekuatan skenario tersebut untuk diimplementasikan dalam skala terbatas," jelasnya.
Terkait apakah penerapan new normal dapat memperbaiki ekonomi atau tidak, Retno mengungkapkan hal itu tergantung kesiapan Indonesia dalam menghadapi kebijakan tersebut.
Baca: Menkes Keluarkan Panduan New Normal, Politikus PKS: Berlaku Bagi Negara yang Berhasil Lawan Covid-19
Baca: Mengenal New Normal di Tengah Pandemi Covid-19, dari Arti Hingga Penerapannya di Indonesia