TRIBUNNEWS.COM - Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia, Pandu Riono menyampaikan, rencana tatanan new normal sebaiknya ditunda jika masyarakat belum siap.
Ia menyebut, masyarakat cenderung senang dengan rencana new normal karena mengira pandemi virus corona sudah berakhir.
Padahal, saat ini pemerintah tengah meningkatkan kewaspadaan dalam pengendalian virus corona.
"Masyarakat akan terjadi euforia, seakan-akan pandemi ini selesai, padahal belum."
"Kita melakukan pelonggaran ini sekaligus meningkatkan kewaspadaan. Ini mulai sekarang dibangun dengan komunikasi publik yang baik," ujarnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis (28/5/2020).
Baca: Kondisi The New Normal: Antara Ghost Protocol dan Desentralisasi Global
Baca: Kasus Corona Masih Tinggi, Muhammadiyah Pertanyakan Soal New Normal: Apa Sudah Dikaji Secara Valid?
Baca: New Normal di Jabar Diterapkan Mulai 1 Juni 2020: Sosialisasi Sepekan, Diterapkan Protokol Kesehatan
Pandu Riono menyebut, saat ini harus mulai mengedukasi masyarakat soal tatanan new normal.
Harapannya, masyarakat akan paham dan tak terjadi lagi euforia dengan adanya pelonggaran.
"Kita juga harus mendorong menjadi bagian dari masyarakat, tidak mungkin semua diurusi pemerintah."
"Sosial distancing sudah mulai bergerak, mulai melakukan promosi dan edukasi kepada masyarakat."
"Maka kita masyarakat akan lebih cepat sadar dan tak terjadi lagi euforia yang nanti dilonggarkan," terangnya.
Apabila masyarakat belum siap, pemerintah sebaiknya menunda new normal meski epidemiologi sudah memenuhi syarat.
"Mungkin epidemiologinya sudah mulai memenuhi syarat, tapi masyarakatnya belum siap ya kita harus tunda dulu," ungkapnya.
Menurutnya, tak masalah jika pemerintah menerapkan tatanan new normal dengan banyak tahapan.
"Kita jangan melonggarkannya sekaligus serentak, tahapannya sampai 10 kali tahapan ya enggak apa-apa."