TRIBUNNEWS.COM - Simak panduan lengkap cara shalat gerhana bulan, dilengkapi dengan bacaan niatnya.
Dikutip dari laman bmkg.go.id, Gerhana Bulan Penumbra terjadi saat posisi bulan matahari bumi tidak persis sejajar.
Hal ini membuat bulan hanya masuk ke bayangan penumbra bumi.
Baca: Sabtu 6 Juni Dini Hari, Ada Gerhana Bulan Penumbra dan Strawberry Full Moon
Baca: Malam Ini Ada Gerhana Bulan Penumbra, tapi Tak Dapat Diamati dengan Mata Telanjang
Akibatnya, ketika gerhana terjadi, bulan akan terlihat lebih redup dari saat purnama.
Seluruh proses gerhana dapat dilihat di Asia, sebagian besar Australia bagian Barat, sebagian besar Afrika bagian Timur, dan Samudera Hindia.
Simak tata cara shalat gerhana bulan
Dikutip dari Buku Pintar Panduan Lengkap Ibadah Muslimah oleh Ust.M. Syukron Maksum disebutkan shalat gerhana adalah shalat sunah.
Waktu untuk melakukan shalat gerhana bulan dimulai saat terjadi gerhana bulan sampai dengan bulan terbit muncul kembali atau sampai bulan tampak secara utuh.
Niat shalat gerhana bulan
Ushallii Sunnatal Khusuufi Rak’ataini Lillahi Ta’alaa.
Artinya: Saya niat shalat sunah gerhana bulan dua rakaat karena Allah ta’ala.
Tata cara pelaksaan shalat gerhana bulan:
Pelakasanaan shalat gerhana bulan sama seperti shalat dua rakaat biasa atau shalat sunah yang lainnya.
Namun, pada shalat dua rakaat kali ini dilakukan dengan 4 kali membaca Al-Fatihah, 4 kali rukuk, 4 kali iktidal, dan 4 kali sujud.
Caranya adalah sebagai berikut:
- Setelah rukuk dan iktidal di rakaat pertama, shalat ini tidak langsung sujud, namun membaca Al-Fatihah dan surat atau ayat Al-Qur'an lagi.
- Setelah itu, rukuk dan iktidal seperti biasa.
- Kemudian iktidal yang kedua inilah sujud dilakukan.
- Untuk rakaat kedua juga sama dengan rakaat pertama.
Sehingga, jumlah Al-Fatihah, rukuk, dan iktidal dalam 2 rakaat shalat gerhana ini berjumlah 4 kali.
Dalam shalat gerhana bulan disunahkan untuk mengeraskan bacaan.
Lebih diutamakan untuk dikerjakan di masjid secara berjamaah.
Setelah shalat, imam membaca dua kali khutbah seperti khutbah pada shalat Jumat.
Pada Sabtu, Gerhana Bulan Penumbra akan dimulai pukul 00.45.52 WIB.
Kemudian, puncak gerhana akan terjadi pada pukul 02.25.02 WIB dan berakhir pada 04.04.09 WIB.
Sebelumnya, Tribunnews telah menerima penjelasan mengenai Gerhana Bulan Penumbra dari Kepala Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Thoomas Djamaludin.
Thomas mengatakan, fenomena Gerhana Bulan Penumbra ini tidak bisa dikenali oleh orang awam.
"Purnama hanya tampak meredup sedikit karena memasuki bayangan samar bumi," jelas Thomas, kepada Tribunnews.com, Selasa (6/5/2020).
Hal senada juga disampaikan Ketua Laboratorium Hisab Rukyat Alhilal IAIN Surakarta, Dr Fairuz Sabiq MSi.
Fairuz mengatakan, Gerhana Bulan Penumbra hanya akan terlihat samar-samar jika dilihat kasat mata.
"Kalau mau lihat lebih jelas bisa menggunakan teleskop," ucap Fairuz.
Fairuz menambahkan, gerhana bulan secara umum terjadi setiap bulan purnama.
"Tapi belum tentu setiap bulan purnama terjadi gerhana," ujarnya.
Lantas apakah salat gerhana dianjurkan bila tidak bisa melihat gerhana mata telanjang?
Ahli Ilmu Falak atau Astronomi Islam dari IAIN Surakarta, Dr Muhammad Nashirudin MA MAg, mengungkapkan umat Islam tidak perlu melaksanakan shalat gerhana pada momen Gerhana Bulan Penumbra nanti malam.
"Kalau yang penumbra tidak disunahkan salat gerhana, yang disunahkan ketika gerhana itu terlihat atau tampak (secara kasat mata)," ungkapnya kepada Tribunnews.com melalui sambungan telepon, Jumat (5/6/2020).
"Sejatinya yang disunahkan shalat gerhana adalah jika gerhana tampak oleh kita," imbuhnya.
Nashirudin menambahkan, Gerhana Bulan Penumbra sangat sulit diamati, meski menggunakan alat bantu.
"Sebetulnya pakai teleskop pun belum tentu jelas," ungkapnya.
Nashirudin juga menyebut, bukan berarti hanya orang yang bisa mengamati Gerhana Bulan Penumbra yang disunahkan untuk melaksanakan shalat gerhana.
"Amalan ini disunahkan untuk semua orang, tidak hanya yang memiliki alat pengamatan saja," ungkapnya.
Meskipun secara hisab atau perhitungan bisa diketahui adanya Gerhana Bulan Penumbra, Nashirudin menyebut, hal itu tidak menjadi tolok ukur.
"Yang menjadi ukuran adalah gerhana tersebut tampak atau tidak oleh kita secara kasat mata," ungkap Nashirudin.
Menurutnya, shalat gerhana dilakukan karena sebuah sebab, yakni kenampakan gerhana.
"Kalau sebab itu muncul maka disunahkan, maka ketika melakukan sesuatu tanpa sebab kenampakan, lantas landasan melakukannya apa?" ujar Nashirudin.
Nashirudin menyebut, tidak ada landasan kuat bagi umat Islam yang melaksanakan shalat gerhana di momen Gerhana Bulan Penumbra.
"Shalat gerhana disunahkan ketika gerhana nampak, lantas jika tidak nampak, tidak ada alasan syar'i untuk melakukannya," ungkapnya.
Nashirudin mengungkapkan Gerhana Bulan Penumbra tidak dipahami oleh orang awam.
"Misalkan ada pengumuman 'mari shalat gerhana', orang awam akan melihat langit tidak ada gerhana, karena memang tidak ada kenampakan gerhana, jadi tidak perlu," ujarnya.
(Tribunnews.com/Yurika Nendri/Nanda Lusiana/Wahyu Gilang Putranto)