News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Kasus Suap Dana Hibah KONI

Dituntut 9 Tahun Penjara, Aspri Mantan Menpora Imam Nahrawi Ajukan Nota Pembelaan

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Sidang lanjutan kasus suap dana hibah KONI.

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Asisten pribadi mantan Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi, Miftahul Ulum, mengajukan nota pembelaan terhadap tuntutan Jaksa Penuntut Umum KPK terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian dana hibah KONI.

Ulum dituntut pidana penjara 9 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan. Jaksa menyatakan Ulum menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy.

Selain itu, Ulum didakwa menerima gratifikasi berupa uang Rp 8,6 Miliar yang didapat dari sejumlah pihak.

Baca: Kejagung Periksa 38 Saksi Termasuk Atlet di Kasus Dana Hibah KONI

Sidang pembacaan nota pembelaan digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Selasa (9/6/2020) malam.

"Saya dituduh melakukan tindak pidana korupsi Rp 20 miliar padahal status saya sebagai honorer dan supir tidak mungkin saya melakukan itu," tutur Ulum, pada saat membacakan nota pembelaan.

Untuk itu, dia meminta agar majelis hakim menjatuhkan putusan secara adil. Meskipun dia siap menerima putusan itu dengan ikhlas.

Baca: Kejaksaan Agung Periksa 7 Saksi Terkait Kasus Dugaan Korupsi Dana Hibah KONI Tahun Anggaran 2017

"Mohon Yang Mulia memberikan keputusan vonis yang saya yakini keputusan dari Tuhan dan saya akan menjalani denga penuh ridho," ujar Ulum.

Di persidangan itu, Ulum memberikan keterangan terkait aliran dana hibah KONI yang diberikan kepada Mantan Jaksa Agung Muda Pidana Khusus Kejaksaan Agung Adi Toegarisman dan anggota Badan Pemeriksa Keuangan, Achsanul Qosasih.

Sebelumnya, Ulum sempat mengungkap Adi Toegarisman dan Achsanul Qosasi kecipratan fulus. Adi Toegarisman kecipratan Rp 7 miliar terkait penanganan kasus di Kejaksaan Agung dan Achsanul Qosasi kecipratan Rp 3 miliar terkait temuan BPK terhadap Kemenpora.

Ulum menyatakan tidak pernah bertemu maupun berkomunikasi dengan Adi dan Achsanul. Dia hanya mendengar informasi pertemuan itu dari Sekjen KONI Ending Fuad Hamidy.

Baca: Jaksa Agung: Perkara Hibah KONI 2017 Berbeda Dengan Perkara Suap Kemenpora yang Ditangani KPK

"Saya hanya mendengar cerita dari pertemuan yang sudah saya lakukan dengan Hamidi dan yang lainnya," kata dia.

Di kesempatan itu, dia mengucapkan permohonan maaf kepada Achsanul Qosasih dan Adi Toegarisman terkait keterangannya di persidangan sebelumnya tersebut.

Untuk diketahui, Miftahul Ulum, Asisten Pribadi Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi, dituntut pidana penjara selama 9 tahun dan denda Rp 300 juta subsider 6 bulan kurungan.

Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi, Ronald Worotikan, membacakan putusan di ruang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Kamis (4/6/2020).

Jaksa menyatakan Ulum menerima suap sebesar Rp 11,5 miliar dari mantan Sekretaris Jenderal KONI Endang Fuad Hamidy. Selain itu, Ulum didakwa menerima gratifikasi berupa uang Rp 8,6 Miliar. Pemberian gratifikasi itu didapat dari sejumlah pihak.

"Menuntut supaya majelis hakim pengadilan tindak pidana korupsi Jakarta Pusat menjatuhkan putusan amar sebagai berikut, menyatakan terdakwa Ulum sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi bersama berlanjut sebagaimana dakwaan 1 dan 2. Menjatuhkan pidana kepada terdakwa 9 tahun denda Rp 300 juta subsider 6 bulan," ujarnya, Kamis (4/6/2020).

Ulum bersama Mantan Menteri Pemuda dan Olahraga, Imam Nahrawi meminta uang untuk mempercepat proses persetujuan dan pencairan bantuan dana hibah yang diajukan oleh KONI pusat kepada Kemenpora pada tahun kegiatan 2018 lalu.

Ketika itu, KONI Pusat mengajukan proposal bantuan dana hibah kepada Kemenpora RI dalam rangka pelaksanaan tugas pengawasan dan pendampingan program peningkatan prestasi olahraga nasional Pada Multi Event 18th ASIAN Games 2018 dan 3rd ASIAN PARA Games 2018.

Selain itu, proposal dukungan KONI dalam rangka pengawasan dan pendampingan seleksi calon atlet dan pelatih atlet berprestasi tahun kegiatan 2018.

Atas perbuatannya, Ulum dituntut melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

Sedangkan, untuk gratifikasi diperoleh dari berbagai pihak. Diantaranya terdapat gratifikasi sejumlah Rp 2 Miliar sebagai pembayaran jasa desain Konsultan Arsitek Kantor Budipradono Architecs.

Uang itu bersumber dari Lina Nurhasanah, Bendahara Pengeluaran Pembantu (BPP) Program Indonesia Emas (PRIMA) Kemenpora RI periode tahun 2015 sampai dengan 2016.

Selain itu, di surat dakwaan dibeberkan pemberian gratifikasi Rp 300 Juta dari Ending Fuad Hamidy, Sekretaris Jenderal KONI Pusat, uang sejumlah Rp 4.9 Miliar sebagai uang tambahan operasional Menpora RI.

Lalu, uang sejumlah Rp 1 Miliar dari Edward Taufan Pandjaitan, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) pada Program Satlak PRIMA Kemenpora RI Tahun Anggaran 2016 sampai dengan 2017 yang bersumber dari uang anggaran Satlak PRIMA dan uang sejumlah Rp 400 Juta dari Supriyono, BPP Peningkatan Prestasi Olahraga Nasional (PPON) periode tahun 2017 sampai dengan tahun 2018 yang berasal dari pinjaman KONI Pusat.

Perbuatan terdakwa merupakan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 12B ayat (1) Jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP.

Ronald menambahkan serangkaian perbuatan Ulum itu menggangu atlet Indonesia.

"Hal memberatkan perbuatan terdakwa menggangu atlet Indonesia. Terdakwa tidak mengaku perbuatannya. Sedangkan, hal yang meringankan terdakwa berlaku sopan di persidangan. Dan terdakwa telah mempunyai keluarga," tambahnya

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini