TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sembilan fraksi partai politik di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) gencar menyuarakan usulannya terkait ambang batas parlemen atau parliamentary threshold (PT).
Isu PT menjadi hangat karena Komisi II DPR akan membahas Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu), yang saat ini sedang dilakukan penyusunan draf dan tahap penyampaian masukan fraksi.
Sejumlah fraksi mengusulkan kenaikan PT menjadi 7 persen, dan ada yang mengusulkan menjadi 5 persen.
Bahkan, sejumlah fraksi menginginkan tidak ada perubahan dari saat ini 4 persen.
Lantas bagaimana usulan dari sembilan fraksi menyikapi persoalan PT tersebut?
Fraksi Golkar
Politikus Golkar Ahmad Doli Kurnia Tandjung menyebut partainya mendorong adanya kenaikan ambang batas parlemen dari saat ini 4 persen menjadi 7 persen.
"Kenapa ada kenaikan? kami ngin mendorong sistem pemerintahan yang selama ini menganut sistem presidensial, lebih efektif dan selaras, kalau DPR-nya menganut sistem multi partai sederhana," ujar Doli.
Selain itu, kata Doli, usulan 7 persen sebagai upaya agar UU Pemilu menjadi tahan lama dan tidak direvisi setiap menghadapi Pemilu.
"Kami menginginkan undang-undang ini adalah yang fix dalam waktu yang cukup panjang, tidak berubah dalam waktu 5 tahun sekali, bahwa 15 tahun atau 20 tahun sekali kita akan uji," ujar Doli.
Fraksi NasDem
Usulan Golkar menaikkan PT menjadi 7 persen didukung Fraksi NasDem.
Ketua Fraksi NasDem Ahmad Ali mengatakan, pada perinsipnya PT harus bergerak naik saat menghadapi Pemilu, dan tujuannya bukan untuk menghilangkan keterwakilan suara rakyat di partai yang tidak lolos.
"Tidak ada niatan (menghilangkan suara), tapi biar lebih efektif di parlemen. Jadi partai politik ditantang lebih efektif bekerja, menampilkan kerja terbaik untuk mengambil hati rakyat," ujar Ali.