Lebih lanjut Ali menjelaskan, status JC dan surat keterangan bekerja sama merupakan dua hal berbeda. JC diberikan KPK saat proses hukum masih berjalan dan diputuskan oleh Majelis Hakim.
Sementara surat keterangan bekerja sama diberikan KPK saat perkara hukum yang menjerat Nazaruddin telah berkekuatan hukum tetap atau inkrah.
"Kami sampaikan kembali bahwa KPK tidak pernah menerbitkan surat ketetapan JC untuk tersangka MNZ [M. Nazaruddin]. Benar kami telah menerbitkan dua surat keterangan bekerjasama yang bersangkutan tahun 2014 dan 2017 karena telah bekerjasama pada pengungkapkan perkara dan perlu diingat saat itu dua perkara MNZ telah inkracht," jelas Ali.
Diketahui, Nazaruddin mendapatkan remisi 49 bulan selama menjalani masa hukumannya.
Selain remisi-remisi tersebut, Nazaruddin juga mendapatkan program Cuti Menjelang Bebas (CMB) sehingga ia bisa keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung pada Minggu (14/6/2020).
Seharusnya, jika masa hukuman dikurangi remisi, Nazaruddin bebas pada 13 Agustus 2020.
Nazaruddin dipidana sebanyak dua putusan dengan akumulasi pidana penjara selama 13 tahun dan pidana denda sebesar Rp1,3 miliar. Untuk denda pun sudah dibayar lunas.
Nazaruddin merupakan terpidana korupsi di KPK dalam dua kasus. Pertama, dia terbukti menerima suap proyek pembangunan Wisma Atlet SEA Games Jakabaring, Palembang dan Gedung Serbaguna Pemprov Sumatera Selatan. Pada kasus ini, dia dihukum tujuh tahun penjara.
Kedua, Nazar juga menerima gratifikasi dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari pengembangan perkara kasus tersebut. Pada kasus ini, dia divonis enam tahun penjara.
Nazaruddin sempat menjadi buronan KPK dan pada akhirnya ditangkap pada 2011 silam. Tahun itu pula ia mulai ditahan.