“Lah gimana tidak, lah wong kalau di agama saya itu kalau memanggil Tuhan saja harus memakai Toa (pengeras suara),” jawab Gus Dur.
2. Santri Dilarang Merokok
“Para santri dilarang keras merokok!” begitulah aturan yang berlaku di semua pesantren, termasuk di pesantren Tambak Beras asuhan Kiai Fattah, tempat Gus Dur pernah nyantri.
Namun, namanya santri, kalau tidak bengal dan melanggar aturan rasanya kurang afdal.
Suatu malam, tutur Gus Dur, listrik di pesantren itu tiba-tiba padam.
Ketika suasana gelap gulita, para santri ada yang tidak peduli, ada yang tidur tapi ada juga yang terlihat jalan-jalan mencari udara segar.
Di luar sebuah rumah, ada seseorang sedang duduk-duduk santai sambil merokok.
Seorang santri yang kebetulan melintas di dekatnya terkejut melihat ada nyala rokok di tengah kegelapan itu.
“Nyedot, Kang?” sapa si santri sambil menghampiri “senior”-nya yang sedang asyik merokok itu.
Langsung saja orang itu memberikan rokok yang sedang dihisapnya kepada sang “yunior”. Saat dihisap, bara rokok itu membesar, sehingga si santri mengenali wajah orang tadi.
Saking takutnya, santri itu langsung lari tunggang langgang sambil membawa rokok pinjamannya.
“Hai, rokokku jangan dibawa!” teriak Kiai Fatta.
3. Menyesal Bertemu Bidadari
Terhadap fenomena jihad yang mana seorang muslim sampai percaya surga akan menjamin kematiannya, Gus Dur pun menanggapinya dengan lelucon.