Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pakar hukum tata negara Refly Harun mempertanyakan alasan diberlakukannya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold, untuk menekan jumlah pasangan calon dalam kontestasi pemilihan presiden (Pilpres).
"Presidential threshold, salah satu klaimnya adalah kalau nanti dihilangkan maka jumlah calon presiden banyak banget. Respon saya, emang kalau banyak kenapa?," papar Refly dalam diskusi virtual bertema Ambang Batas Pilpres, Kuasa Uang dan Presiden Pilihan Rakyat', Jumat (19/6/2020).
Baca: Susi Pudjiastuti Disebut Kandidat Capres Wanita Pertama Hasil Pemilu, Begini Tanggapannya
Menurut Refly, banyaknya calon presiden akan tersisih secara otomastis saat kontestasi telah berlangsung, karena konstitusi telah menetapkan Pilpres hanya terlaksana dua putaran.
"Jadi kalau putaran pertama tidak memperoleh 50 persen plus satu persebaran di daerah, maka kemudian diadakan putaran kedua," papar Refly.
Baca: Wacana Ubah Masa Jabatan Presiden, Denny Indrayana : Yang Jadi Masalah Jika . . .
Ia melihat banyak orang beranggapan jika pesangan calon banyak, maka Pilpres akan berlangsung lama. Padahal kenyataannya tidak, karena telah ditentukan hanya dua putaran saja.
"Siapa yang menang? Berapa jumlahnya? Yang terbanyak dari calon lainnya, maka dia terpilih sebagai presiden dan wakil presiden," tutur Refly.
Refly pun menilai, jumlah pasangan calon presiden dan wakil presiden tidak akan berjumlah terlalu banyak, karena untuk menjadi peserta Pilpres harus diusulkan partai politik atau gabungan partai politik.
"Jadi saya mendesak partai untuk menghapuskan presidential threshold semaksimal mungkin. Presidential threshold ini, hanya digunakan cukong-cukong politik untuk menguasai partai politik," tutur Refly.
Sebelumnya, Fraksi NasDem menilai dalam Pilpres 2024 diperlukan presidential threshold, agar pemilihan presiden tidak menjadi kontestasi lawakan.
Baca: Denny Indrayana Sebut Hitungan PT Berdasar Hasil Pemilu DPR Sebelumnya adalah Irasional
"Kalau kemudian presidential threshold nol persen, maka semua orang bisa mencoba dan bisa menjadi dagelan aja di situ," ujar Ketua Fraksi NasDem DPR, Ahmad Ali saat dihubungi Tribunnews.com, Jakarta, Kamis (11/6/2020).
"Kita tidak ingin kemudian orang dalam kontestasi ini (Pilpres) coba-coba, makanya penting dilakukan pembatasan," sambung Ali.
Menurut Ali, Fraksi NasDem mengusulkan 15 persen untuk ambang batas pencalonan presiden dalam draf Rancangan Undang-Undang Pemilihan Umum (RUU Pemilu).
"Saya sebagai ketua fraksi NasDem akan memastikan itu, NasDem akan mengusulkan 15 persen," ucap Ali.