Persidangan digelar secara in absentia, karena Honggo masih berstatus buron.
Baca: Belum Genap 6 Bulan Bebas Bersyarat John Kei Kembali Ditangkap, Bagaimana Status Hukumannya?
Dalam istilah hukum, pengadilan in absentia adalah sebagai upaya mengadili seseorang dan menghukumnya tanpa dihadiri terdakwa tersebut.
"Mengadili terdakwa telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi secara bersama-sama," kata Ketua Majelis Hakim Rosmina di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin, (22/6/2020).
Selain menjatuhkan pidana pokok, majelis hakim juga menjatuhkan pidana tambahan berupa membayar uang pengganti Rp 97 miliar.
Apabila tidak sanggup membayar, maka diganti hukuman penjara selama enam tahun.
Baca: Mantan Bos BP Migas dan Anak Buahnya Dituntut 12 Tahun Penjara Terkait Kasus Kondensat
Sebagai tindaklanjut pembacaan putusan itu, majelis hakim memerintahkan Jaksa menyebarluaskan informasi vonis Honggo tersebut ke berbagai tempat.
"Memerintahkan penuntut umum untuk mengumumkan putusan ini pada papan pengadilan, kantor pemerintah, dan media lainnya," tambahnya.
Untuk diketahui, Honggo melakukan perbuatan bersama dengan mantan Kepala BP Migas Raden Priyono dan Deputi Finansial Ekonomi dan Pemasaran BP Migas Djoko Harsono. Mereka dinilai terbukti merugikan keuangan negara 2.588.285.650,91 dolar AS (sekitar Rp37,8 triliun).
Kasus ini bermula saat Dirut PT TPPI Honggo Wendratno mengajukan program PSO (Public Service Obligation) melalui surat ke BP Migas.
Baca: Komisi III DPR Pertanyakan Keseriusan Kabareskrim Tangani Kasus Korupsi Kondensat
Honggo mengklaim, selain mampu menghasilkan produk aromatic (paraxylene, benzene, orthoxylene, toluene), PT TPPI juga mampu memproduksi Bahan Bakar Minyak (BBM) khususnya Mogas RON 88 (bensin premium) sebagaimana Surat Nomor: TPPI/BPH Migas/L-040 tertanggal 5 Mei 2008 yang ditujukan kepada BP Migas.
Padahal saat itu PT TPPI mengalami kesulitan keuangan dan telah berhenti berproduksi dan PT TPPI memiliki utang kepada PT. Pertamina (Persero).
Honggo kemudian mengirimkan surat permohonan kepada Djoko selaku agar TPPI dapat membeli minyak mentah/kondensat sebagai bahan baku langsung dari BP Migas untuk produksi BBM guna memenuhi kebutuhan dalam negeri.
Atas permohonan itu, Djoko menyetujuinya. Raden Priyono kemudian menunjuk PT TPPI sebagai penjual Kondensat bagian negara tapi penunjukan itu menyalahi prosedur.
Penunjukan langsung PT TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melibatkan Tim Penunjukan Penjual Minyak Mentah/Kondensat Bagian Negara sehingga tidak pernah dilakukan kajian dan analisa selain itu penunjukan PT. TPPI sebagai penjual kondensat bagian negara tidak melalui lelang terbatas, PT TPPI tidak terdaftar di BP Migas, PT TPPI tidak pernah mengirim formulir atau penawaran, dan PT TPPI tidak menyerahkan jaminan berupa Open Credit/Irrevocable LC.
Priyono dan Djoko kemudian menyerahkan kondensat bagian negara kepada PT TPPI dari kilang Senipah, kilang Bontang Return Condensate (BRC) dan kilang Arun tanpa dibuatkan kontrak kerja sama dan tanpa jaminan pembayaran. Akibat penyerahan kondesat itu, Honggo tidak mengolah kondensat bagian negara itu di kilang TPPI.