Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Majelis Hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menjadwalkan sidang gugatan pembatalan pemecatan Evi Novida Ginting sebagai Komisioner KPU RI periode 2017-2022
Rencananya, sidang digelar di ruang sidang PTUN, Jakarta Timur, Rabu (24/6/2020).
Baca: Skenario KPU RI untuk Penyediaan APD Bagi Petugas Pemilu
"Persidangan mendengarkan keterangan saksi ahli dari pihak penggugat," kata Evi, saat dikonfirmasi, Rabu (24/6/2020).
Sebanyak lima orang ahli akan memberikan keterangan di persidangan.
Mereka yaitu, mantan Ketua MK, Hamdan Zoelva, Titi Anggraini. Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem)
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas, Feri Amsari, Pakar Hukum Administarsi dan Hukum Lingkungan Universitas Indonesia (UI), Harsanto Nursadi, dan Zainal Arifin Hussen.
Sebelumnya, Evi Novida Ginting, mengajukan gugatan pembatalan pemecatan dirinya sebagai Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2022 ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Evi mengatakan upaya pengajuan gugatan itu dilayangkan pada Jumat 17 April 2020.
Dia bersama tujuh orang kuasa hukum yang menamakan diri "Tim Advokasi Penegak Kehormatan Penyelenggara Pemilu, mendaftarkan gugatan ke PTUN Jakarta.
"Saya selaku penggugat dan tergugat Presiden Republik Indonesia. Gugatan saya tercatat Nomor 82/G/2020/PTUN.JKT," kata Evi, dalam keterangannya, Sabtu (18/4/2020).
Dia meminta pertama, pihak PTUN menyatakan batal atau tidak sah Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 yang memberhentikan secara tidak hormat sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022.
Kedua, meminta pihak PTUN mewajibkan Presiden untuk mencabut Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 tanggal 23 Maret 2020 yang memberhentikan secara tidak hormat sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022.
Ketiga, mewajibkan Presiden untuk merahabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukan dia sebagai anggota KPU masa jabatan 2017-2022 seperti semula sebelum diberhentikan.
"Saya meminta PTUN membatalkan Keputusan Presiden, karena keputusan tersebut didasarkan pada Putusan DKPP 317/2019 mengandung kekurangan yuridis essential yang sempurna dan bertabur cacat yuridis yang tidak bisa ditoleransi dari segi apapun," ujarnya.
Meskipun, kata dia, yang mengandung kekurangan yuridis essential putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020., sayangnya menurut Sistem Hukum Indonesia yang menanggung akibatnya adalah Keputusan Presiden 34/P Tahun 2020, yang harus dijadikan objek gugatan dan dimintakan pembatalan kepada Pengadilan.
Menurut dia, kekurangan yuridis yang essential dari Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) Nomor 317-PKE-DKPP/X/2019 tanggal 18 Maret 2020, karena mengkhianati tujuan dari putusan DKPP, yaitu untuk menyelesaikan perselisihan etika antara Pengadu dan Teradu sebagaimana diatur Pasal 155 ayat (2) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Serta, karena dia menilai DKPP menghkianati prinsip keramat penyelesaian perselisihan, yaitu asas "audi et alteram pertern" atau kewajiban menggelar sidang pemeriksaan perselisihan demi mendengar semua pihak yang berselisih dan berkepentingan.
"Semoga PTUN memberikan putusan yang adil dan kedepannya dapat dijadikan sumber hukum guna menentukan batas kewenangan DKPP terhadap kemandirian KPU," tambahnya.
Sebelumnya, pihak DKPP menjatuhkan saksi peringatan keras terakhir kepada Teradu I Arief Budiman selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Teradu II Pramono Ubaid Tanthowi, Teradu IV Ilham Saputra, Teradu V Viryan, dan Teradu VI Hasyim Asy’ari masing-masing selaku Anggota KPU RI.
Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota KPU RI.
Lalu, menjatuhkan sanksi Peringatan kepada Teradu VIII Ramdan selaku Ketua merangkap Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat, Teradu IX Erwin Irawan, Teradu X Mujiyo, dan Teradu XI Zainab masing-masing selaku Anggota KPU Provinsi Kalimantan Barat terhitung sejak dibacakannya Putusan ini.
Putusan itu diputuskan dalam rapat pleno oleh 4 (empat) Anggota Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, yakni Muhammad selaku Plt. Ketua merangkap Anggota, Alfitra Salam, Teguh Prasetyo, dan Ida Budhiati
Pengadu pada perkara ini adalah Hendri Makaluasc, calon anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Pihak DKPP menyatakan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU), Arief Budiman dan enam komisioner yang lain diduga melakukan pelanggaran Kode Etik dan Pedoman Perilaku Penyelenggara Pemilu.
Arief Budiman cs mengintervensi jajaran KPU Provinsi Kalimantan Barat yang dikomandani Ramdan dalam penetapan hasil perolehan suara dan penetapan Calon Terpilih Anggota DPRD Provinsi Kalimantan Barat.
Lalu, Sebelumnya, pihak DKPP menjatuhkan saksi peringatan keras terakhir kepada Teradu I Arief Budiman selaku Ketua merangkap Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia, Teradu II Pramono Ubaid Tanthowi, Teradu IV Ilham Saputra, Teradu V Viryan, dan Teradu VI Hasyim Asy’ari masing-masing selaku Anggota KPU RI.
Selain itu, DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu VII Evi Novida Ginting Manik selaku Anggota KPU RI.
Lalu, Evi Novida Ginting diberhentikan secara tidak hormat dari jabatan sebagai anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI periode 2017-2020.
Hal itu tertuang di Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 34/P Tahun 2020 tentang Pemberhentian Tidak Dengan Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Republik Indonesia Masa Jabatan Tahun 2017-2020.
Baca: Ombudsman RI Menyayangkan Sikap DKPP Terkait Pemberhentian Eks Komisioner KPU Evi Novida
Keputusan Presiden itu ditetapkan di Jakarta pada 23 Maret 2020. Keputusan Presiden itu ditandatangani Presiden Joko Widodo.
"Memutuskan menetapkan Keputusan Presiden Tentang Pemberhentian Dengan Tidak Hormat Anggota Komisi Pemilihan Umum Masa Jabatan 2017-2020," bunyi putusan itu, seperti yang diterima, Kamis (26/3/2020).