TRIBUNNEWS.COM - Ancaman perombakan atau reshuffle kabinet tiba-tiba muncul di tengah pandemi Covid-19.
Hal itu diungkapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat membuka Sidang Kabinet Paripurna, di Istana Negara, Kamis (18/6/2020).
Ancaman reshuffle itu muncul setelah Jokowi merasa kinerja para menterinya masih biasa-biasa saja, padahal dalam situasi krisis seperti sekarang ini.
Pernyataan terkait reshuflle kabinet itu lantas menuai tanggapan dari berbagai pihak, satu di antaranya adalah Pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun.
Refly mengatakan, bahwa kabinet Jokowi diperiode kedua ini tidak lebih baik dari kabinet pada periode pertama Jokowi menjabat presiden.
"Mengenai reshuffle kabinet ini, di era kedua pemerintahan Jokowi ini saya sesungguhnya agak heran."
"Jokowi seolah-olah tertekan untuk mengadopsi sebanyak mungkin menteri," terang Refly, seperti dikutip dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube-nya, Senin (29/6/2020).
Menurut Refly, hal itu terlihat dari portofolio kementerian maksimal 34 orang yang semuanya terisi.
Bahkan masih ditambah lagi dengan wakil menteri di beberapa kementerian.
Refly pun tak yakin, di kementerian yang punya wakil menteri itu justru lancar-lancar saja kinerjanya.
Baca: Jokowi Ancam Reshuflle, Wasekjen Demokrat: Pemerintah Sedang Banyak Persoalan
Bisa jadi, lanjut dia, justru karena kebanyakan wakil menteri malah merecoki, karena ada dua nahkoda.
Refly juga menyoroti sumber rekruitmen Jokowi dalam pemilihan menteri yang berdasarkan pada dua pertimbangan.
Pertama adalah orang yang dipilih langsung oleh Jokowi, kedua adalah orang yang direkomendasikan atau diikat oleh partai politik.
Sementara dalam pemilihan presiden 2019, ada 6 partai yang mendukung Jokowi, yakni PDIP, Golkar, Nasdem, PKB, PPP dan Hanura.
Baca: Jengkelnya Jokowi pada Para Menteri: Pertaruhkan Reputasi Politik hingga Ancaman Reshuffle