TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Undang-undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) kembali menuai polemik.
Pasalnya, Komisi VIII DPR mengusulkan agar RUU PKS dikeluarkan dari daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2020.
Wakil Ketua Komisi VIII DPR Marwan Dasopang mengatakan, pembahasan RUU PKS saat ini sulit untuk dilakukan.
"Kami menarik RUU Penghapusan Kekerasan Seksual, karena pembahasannya agak sulit," kata Marwan, seperti dikutip Tribunnews.com dari Kompas.com.
Marwan menjamin, RUU PKS akan didaftarkan kembali sebagai Prolegnas Prioritas 2021.
Terkait dengan ditariknya RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020, beberapa tokoh pun turut memberikan tanggapannya.
Komnas Perempuan
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) meyayangkan sikap DPR yang menggeser RUU PKS dari daftar Prolegnas 2020 ke 2021.
Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin mengatakan, langkah tersebut menandakan bahwa DPR tidak memberikan perhatian pada kasus kekerasan seksual beserta korbannya.
Baca: RUU PKS Ditarik karena Pembahasannya Sulit, DPR Dinilai Tak Punya Komitmen Politik Kuat untuk Korban
Apalagi, penundaan pembahasan RUU ini tidak hanya terjadi sekali, tapi berulang kali dalam beberapa tahun terakhir.
"Kalau itu ditunda lagi artinya tidak ada perhatian sama sekali terhadap korban dan juga kasus tersebut," ujar Mariana, seperti dikutip dari Kompas.com.
Peneliti ICJR
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform (ICJR), Genoveva Alicia meminta DPR dan pemerintah untuk memprioritaskan RUU PKS.
Sebab, RUU PKS memiliki semangat melindungi korban kekerasan seksual, yang selama ini sulit memperoleh perlindungan dari aspek penanganan kasus dan pemulihan.
Baca: RUU PKS Ditarik karena Sulit, Sujiwo Tejo: Bagaimana Kalau Siswa Kembalikan Soal Ujian karena Sulit?