TRIBUNNEWS.COM - Berikut rangkuman tentang kalung antivirus Corona yang bakal diproduksi Kementerian Pertanian.
Kalung yang diklaim sebagai antivirus Corona ini mengandung eucalyptus, kandungan minyak atsiri dari daun kayu putih.
Bagaimana awal mula munculnya kabar kalung antivirus Corona? Benarkan kalung itu bisa menangkal virus Corona?
Berikut rangkumannya sebagaimana dihimpun Tribunnews.com, Minggu (5/7/2020):
1. Diperkenalkan oleh Menteri Pertanian
Awal mula kemunculan kalung antivirus Corona lantaran dipromosikan oleh Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo.
Syahrul menjelaskan perihal kalung tersebut pada sela-sela jumpa pers setelah bertemu dengan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Jumat (3/7/2020), di Kantor Kementerian PUPR.
Pernyataan Syahrul ini juga diunggah di akun YouTube Kementerian Pertanian.
Yasin Limpo menyatakan, pihaknya akan memproduksi massal kalung dan minyak antivirus corona pada Agustus 2020.
Kalung dan minyak antivirus corona tersebut didapatkan dari hasil penelitian Balai Peneilitan dan Pengembangan Kementerian Pertanian dari tanaman kayu putih.
"Ini antivirus corona, dari hasil penelitian dari litbang Kementerian Pertanian. Berasal dari pohon kayu putih. Dari 700 jenis pohon kayu putih satu yang bisa mematikan virus corona. Ini hasil laboratorium kita, dan bulan depan akan kami produksi," kata Syahrul saat ditanya wartawan apa manfat kalung yang baru-baru ini ia kenakan, dikutip dari Kontan.
Baca: Manfaat Eucalyptus, Bahan Dasar Kalung Anticorona yang Disebut sebagai Antivirus Covid-19
Syahrul kemudian menjelaskan, antivirus yang ia klaim mampu membunuh virus corona ini sudah dilakukan uji coba.
"Kalau kontak selama 15 menit bisa membuh 42 persen dari virus corona (yang terpapar ke tubuh), kalau setengah jam bisa 80 persen virus corona mati," katanya.
2. Kementan: Diuji ke Virus Corona Jenis Lain, Bukan SARS-CoV-2
Menanggapi hebohnya kabar kalung antivirus Corona, pihak Kementan yang melakukan peneltiisan kalung tersebut angkat bicara.
Kepala Balai penelitisan Tanaman Rempah dan Obat Kementan, Dr Ir Evi Savitri, MSi, mengatakan penelitian tentang eucalyptus sudah dilakukan sejak Januari 2020.
"Pada awal Januari, ketika mendengar ada Covid-19 di China, kita langsung nih 'ayo temen-temen coba dikumpulkan hasil penelitiannya. Mana sih yang berpotensi sebagai antivirus maupun juga untuk meningkatkan imunitas'," kata Evi kepada Kompas.com dihubungi melalui sambungan telepon, Minggu (5/7/2020).
Setelah diinventaris Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat Kementan, ada sekitar 50 tanaman yang dianggap potensial berdasarkan empiris dan literatur.
"Selanjutnya kami ekstraksi bahan aktif tanaman tersebut dan kami uji kandungan bahan aktif serta kami uji juga kemampuan terhadap virus dengan bekerjasama dengan BB Veteriner," ungkap Evi.
BB Veteriner merupakan lembaga penelitian dalam bidang penyakit hewan yang sudah berusia lebih dari 50 tahun.
Evi menyebut, BB Veteriner memiliki pengalaman saat pandemi flu burung dan SARS.
Lembaga tersebut pun memiliki banyak koleksi virus yang dapat dimanfaatkan untuk uji coba, termasuk virus corona umum.
Dalam penelitian ini, Evi mengatakan pihaknya tidak melakukan uji coba secara spesifik ke SARS-CoV-2 yang bertanggung jawab atas pandemi Covid-19.
Mereka melakukan pengujian ke virus corona secara umum.
"Karena SARS-CoV-2 belum dapat ditumbuhkan di lab, jadi kami ngujinya ke model virus corona, saudara yang paling dekat dengan si (virus penyebab) Covid-19 ini," ungkap Evi.
"Sebagai pembanding, kita juga uji coba ke virus influenza. Di antaranya kalau (virus) influenza yang paling parah itu H5N1 atau flu burung," imbuh dia.
Baca: Kalung Eucalyptus Disebut sebagai Antivirus Corona, IDI Beri Tanggapan, Singgung Soal Penelitian
Dalam melakukan penelitian ini, Evi dan tim menggunakan beberapa tanaman yang potensial yang diujikan ke virus yang tersedia.
Pada saat diuji, ternyata eucalyptus memiliki daya bunuh virus cukup tinggi.
"Minyak eucalyptus mampu membunuh 80-100 persen virus influenza dan virus model beta dan gama corona," paparnya.
3. Diuji pada Embrio Ayam
Evi kemudian menjelaskan, dalam penelitian yang dilakukan pihaknya, penelitian dilakukan menggunakan telur yang sudah ada embrio ayamnya di laboratorium.
"Walaupun in vitro, tapi penelitian ini bukan pada media agar kemudian dikasih virus. Ini antara in vitro dan in vivo. Kita (penelitian) pada telur yang sudah ada embrio ayamnya," jelas Evi.
Untuk diketahui, in vitro adalah jenis pemeriksaan yang dilakukan dalam tabung reaksi, piring kultur sel atau di luar tubuh mahluk hidup.
Telur yang sudah memiliki embrio ayam diinfeksikan dengan virus corona umum, kemudian diberikan beberapa perlakuan setelahnya.
Ada telur yang diberi eucalyptus dengan konsentrasi mulai dari 0,1 persen, 1 persen, dan 10 persen.
Selain diberi eucalyptus, tim juga memberikan beberapa bahan lain pada telur ayam sebagai pembanding.
"Setelah embrio ayam kita diamkan selama seminggu, kita pecahkan telurnya dan kita lihat," kata Evi.
"Kalau (telur) yang hanya diberi virus saja, embrio ayamnya mati semua. Berarti dia (embrio ayamnya) mati terserang virus," imbuhnya.
"Sementara yang dengan perlakuan eucalyptus (dengan konsentrasi) 0,1 sampai 1 persen, ternyata si ayamnya bisa tumbuh dengan normal. Berarti si eucalyptus mampu menetralisir virus yang sudah diinfeksikan ke embrio ayam," lanjutnya.
4. Alasan Belum Diuji pada Manusia
Evi mengatakan, penelitian yang dilakukan ini merupakan studi awal.
Dia pun mengetahui muncul banyak pertanyaan kenapa riset ini tidak dilakukan uji klinis atau diujikan ke manusia.
Evi menerangkan, dalam hal ini pihaknya tidak dapat melakukan uji klinis karena Kementan tidak memiliki mandat untuk melakukan uji ke manusia.
"Karena untuk melakukan uji klinis, kita sudah komunikasi juga dengan Badan POM, itu ketua pengujinya harus dokter paru. Kami kementerian pertanian enggak punya (dokter), jadi hasil ini yang kita publish ke masyarakat," terangnya.
Baca: 2 Balita di Tanjung Priok Jadi Korban Penjambretan, Kalung Emas Raib Disabet Pelaku
Oleh karena itu, Evi berharap para dokter dan laboratorium yang kompeten untuk mengujikan eucalyptus dengan virus SARS-CoV-2 untuk melanjutkan riset ini.
Pasalnya, hingga saat ini SARS-CoV-2 pun tidak dapat ditumbuhkan di laboratorium.
"Mungkin karena saking spesifiknya (SARS-CoV-2), kalau tidak ditumbuhkan di inang yang sesuai, dia tidak tumbuh. Dia hanya bisa ditumbuhkan di embrio ayam, di kelelawar, atau di manusia," jelas Evi.
Sementara untuk menumbuhkan virus penyebab Covid-19 di kultur jaringan dalam laboratorium, virus ini gagal tumbuh.
"Mudah-mudahan kalau Airlangga (Unair) atau Eijkman bisa, nanti kita bawa eucalyptus kita ke mereka. Tapi sampai saat ini, kita belum ketemu lab yang mampu menumbuhkan si SARS-CoV-2," ujarnya.
"Oleh sebab itu, temuan ini tolong ditindaklanjuti oleh laboratorium yang kompeten. Entah itu Litbang kesehatan atau perguruan tinggi yang punya Fakultas Kedokteran, bisa melakukan pengujiannya. Entah menumbuhkan SARS-CoV-2 nya, entah langsung ke uji klinisnya," ujar dia.
5. Ilmuwan Sarankan Tidak Buru-buru Menyebut sebagai Antivirus
Apa kata ilmuwan soal kalung antivirus Corona ini?
Ilmuwan dari Departemen Biologi IPB serta anggota Indonesian Young Scientist Forum, Dr Berry Juliandi S.Si, M.Si, membenarkan kayu putih bisa menghambat masuknya virus.
“Kayu putih punya senyawa 1,8 cineole yang bisa menghambat atau membunuh virus,” tutur Berry kepada Kompas.com, Minggu (5/7/2020).
Kemampuan kayu putih untuk membunuh virus, lanjutnya, tidak diragukan lagi.
Senyawa 1,8 cineole merupakan senyawa yang bisa menguap (volatile) maka dari itulah digunakan dalam bentuk kalung.
Namun sejauh ini, penelitian yang dilakukan oleh Kementan belum diaplikasikan pada virus SARS-CoV-2 penyebab penyakit Covid-19.
“Eksperimen in vitro sudah dilakukan namun bukan dengan virus SARS-CoV-2, melainkan virus corona lain. Itulah kelemahannya, belum ada eksperimen in vivo yang dilakukan terhadap SARS-CoV-2,” paparnya.
Dengan eksperimen in vitro saja, menurut Berry, banyak senyawa lain yang bisa membunuh virus.
Herbal lainnya seperti kunyit dan jahe pun bisa membunuh virus.
“Kalau salah dikomunikasikan ke publik, ini bahaya. Publik bisa menyangka kalung aromaterapi itu membunuh secara ilmiah virus di saluran pernapasan,” tambahnya.
Terkait hal itu, Berry menyebutkan Kementan atau pihak yang berkepentingan harus bisa mengkomunikasikan produk kalung aromaterapi dengan benar.
“Kalau komunikasinya salah, bisa bahaya untuk publik. Komunikasinya harus benar, bahwa kalung aromaterapi itu bisa membantu untuk mencegah penularan virus termasuk SARS-CoV-2. Jangan disebut sebagai obat corona, atau anticorona,” paparnya.
Berbagai senyawa termasuk aneka herbal Indonesia memang terbukti ampuh membunuh virus, dan meningkatkan daya tahan tubuh.
“Tapi ketika obat herbal itu diklaim sebagai obat, padahal belum sampai situ eksperimennya, ini yang bahaya,” tutup Berry.
(Tribunnews.com/Daryono) (Kompas.com/Sri Anindiati Nursastri/ Yohana Artha Uly/Gloria Setyvani Putri)