TRIBUNNEWS.COM - Tersangka pembobolan Bank Negara Indonesia (BNI), Maria Pauline Lumowa, akhirnya diekstradisi dari Serbia.
Sebelumnya, Maria telah menjadi buronan sekitar 17 tahun lamanya.
Upaya pemerintah Indonesia dalam mengajukan permintaan ekstradisi tersangka pembobolan BNI senilai 1,7 triliun ini pun berjalan cukup lama.
Bahkan, setelah ditangkap pada 16 Juli 2019 lalu oleh otoritas Serbia, Maria nyaris dibebaskan secara hukum setelah menjalani satu tahun penahanan.
Oleh karena itu, pemerintah Indonesia melalui Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berupaya keras untuk cepat memulangkan Maria ke Indonesia.
Baca: Bobol BNI Rp 1,7 Triliun, Maria Pauline Lumowa Kerja Sama dengan Sederet Orang Berikut Ini
Hal itu disampaikan Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) Yasonna Laoly dalam wawancaranya yang ditayangkan langsung melalui Kompas TV, Kamis (9/7/2020).
"Ini menjadi sangat penting kita kejar sekarang karena tanggal 16 Juli yang akan datang, ini kalau 1 tahun, secara hukum beliau harus dilepas oleh pemerintah Serbia."
"Maka kita harus cepat-cepat ambil, karena pengacaranya terus melakukan manuver," terang Yasonna, Kamis.
Selain itu, Yasonna menyebutkan, satu negara dari Eropa juga mendesak pemerintah Serbia supaya Maria dapat diadili di Belanda.
Menurut Yasonna, ekstradisi Maria saat ini sudah memasuki injury time.
"Ada lah salah satu negara dari Eropa yang meminta pemerintah Serbia supaya dia diadili saja di Belanda."
"Nah Agustus yang akan datang, dia ini bisa lewat waktu, oleh karena itu kami berupaya keras, ini betul-betul injury time," kata Yasonna.
Sementara itu, terkait proses panjang penegakan hukum terhadap Maria Pauline Lumowa, Yasonna menerangkan, permintaan ekstradisi dari Indonesia sudah dua kali ditolak oleh Belanda.
Baca: Kronologi Kaburnya Maria Pauline Pembobol BNI Rp 1,7 T, Kerap Bolak-balik Singapura-Belanda
Menurut Yasonna, hal ini lantaran Maria kemudian menjadi warga negara Belanda.